Sabtu, 22 Mei 2010

GEJALA TANAMAN KEKURANGAN UNSUR HARA

Kekurangan salah satu atau beberapa unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman tidak sebagaimana mestinya yaitu ada kelainan atau penyimpangan-penyimpangan dan banyak pula tanaman yang mati muda yang sebelumnya tampak layu dan mengering. Keadaan yang demikian akan merugikan petani dan tentu saja sangat tidak diharapkan oleh petani
A. Gejala Kekurangan Unsur Hara Makro
1. Kekurangan Unsur Nitrogen ( N )
Gejala sehubungan dengan kekurangan unsur hara ini dapat terlihat dimulai dari daunnya, warnanya yang hijau agak kekuningan selanjutnya berubah menjadi kuning . Jaringan daun mati dan inilah yang menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan. Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh pada pertumbuhan, yang dalam hal ini perkembangan buah tidak sempurna, umumnya kecil-kecil dan cepat matang. Kandungan unsur N yang rendah dapat menimbulkan daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun sedangkan selnya sendiri berukuran kecil-kecil.

2. Kekurangan unsur fosfor ( P )
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa fungsi fosfat dalam tanaman adalah: dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman dewasa pada umumnya, meningkatkan produk biji-bijian dan memperkuat tubuh tanaman padi-padian sehingga tidak mudah rebah. Karena itu defisiensi unsur hara ini akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan sistem perakaran, daun, batang seperti misalnya pada tanaman serealia (padi-padian, rumput-rumputan, jewawut, gandum, jagung) daunnya berwarna hijau tua/ keabu-abuan, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun bagian bawah, selanjutnya mati. Tangkai daun kelihatan lancip. Pertumbuhan buah jelek, merugikan hasil biji.

3. Kekurangan Unsur Kalium ( K )
Defisiensi Kalium memang agak sulit diketahui gejalanya, karena gejala ini jarang ditampakkan ketika tanaman masih muda, jadi agak berlainan dengan gejala-gejala karena difisiensi N dan P
Gejala yang terdapat pada daun terjadi secara setempat-setempat. Padapermulaannya tampak agak mengkerut dan kadang-kadang mengkilap dan selanjutnya sejak ujung dan tepi daun tampakmenguning, warna seperti ini tampak pula di antara tulang-tulang daun, pada akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor, berwarna coklat, sering pula bagian yang bercak ini jatuh sehingga daun tampak bergerigi dan kemudian mati. Pada tanaman kentang gejala yang dapat dilihat pada daun yang mana terjadi pengkerutan dan peng-gulungan, warna daun hijau tua berubah menjadi kuning bertitik-titik coklat. Gejala yang terdapat pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek sehinga tanaman tampak kerdil. Gejala yang tampak pada buah misalnya buah kelapa dan jeruk banyak yang berjatuhan sebelum masak, sedang masaknya buahpun berlangsung sangat lambat. Bagi tanaman yang berumbi menderita defisiensi K hasil umbinya sangat kurang dan kadar hidrat arangnya demikian rendah.

4. Kekurangan Unsur Kalsium (Ca)
Defisiensi unsur Ca meyebabkan terhambatnya pertumbuhan sistem perakara, selain akar kurang sekali fungsinyapun demikian terhambat, gejala-gejalanya yang timbul tampak pada daun, dimana daun-daun muda selain berkeriput mengalami per-ubahan warna, pada ujung dan tepi-tepinya klorosis ( berubah menjadi kuning) dan warna ini menjalar diantara ujung tulang-tulang daun, jaringan-jaringan daun pada beberapa tempat mati. Kuncup-kuncup yang telah tumbuh mati. Defisiensi unsur Ca menyebabkan pula pertumbuhan tanaman demi-kian lemah dan menderita. Hal ini dikarenakan pengaruh terkumpulnya zat-zat lain yang banyak pada sebagian dari jaringan-jaringannya. Keadaan yang tidak seimbang inilah yang menyebabkan lemah dan menderitanya tanaman tersebut atau dapat dikatakan karena distribusi zat-zat yang penting bagi pertumbuhan bagian yang lain terhambat ( tidak lancar).

5. Kekurangan Unsur Magnesium ( Mg )
Unsur Mg merupakan bagian pembentuk klorofil, oleh karena itu kekurangan Mg yang tersedia bagi tanaman akan menimbulkan gejala – gejala yang tampak pada bagian daun, terutama pada daun tua. Klorosis tampak pada diantara tulang-tulang daun, sedangkan tulang-tulang daun itu sendiri tetap berwarna hijau. Bagian diantara tulang-tulang daun itu secara teratur berubah menjadi kuning dengan bercak kecoklatan. Daun-daun ini mudah terbakar oleh terik matahari karena tidak mempunyai lapisan lilin, karena itu banyak yang berubah warna menjadi coklat tua/kehitaman dan mengkerut. Defisiensi Mg menimbulkan pengaruh pula pada pertumbuhan biji, bagi tanaman yang banyak menghasilakn biji hendaknya diperhatikan pemupukannya dengan Mg SO4, MgCO3 dan Mg(OH)2.

6. Kekurangan Unsur Belerang ( S )
Defisiensi unsur S gejalanya klorosis terutama pada daun-daun muda, perubahan warna tidak berlangsung setempat-tempat, melainkan pada bagian daun selengkapnya, warna hijau makin pudar berubah menjadi hijau yang sangat muda, kadang mengkilap keputih-putihan dan kadang-kadang perubahannya tidak merata tetapi berlangsung pada bagian daun selengkapnya. Perubahan warna ini dapat pula menjadi kuning sama sekali, sehingga tanaman tampak berdaun kuning dan hijau, seperti misalnya gejala-gejala yang tampak pada daun tanaman teh di beberapa tempat di Kenya yang terkenal dengan sebutan ” Tea Yellows” atau ” Yellow Disease”

B. Gejala Kekurangan Unsur Hara Mikro
1. Kekurangan Unsur Besi ( Fe )
Defisiensi zat besi sesungguh-nya jarang sekali terjadi. Terjadinya gejala-gejala pada bagian tanaman terutama daun yang kemudian dinyatakan sebagai kekurangan tersedia-nya zat Fe ( besi ) adalah karena tidak seimbang tersedianya zat Fe dengan zat kapur pada tanah yang berkelebihan kapur dan yang bersifat alkalis. Jadi masalah ini merupakan masalah pada daerah – daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur. Gejala-gejala yang tampak pada daun muda, mula-mula secara setempat-tempat berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan-kuningan, sedang tulang-tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringan-jaringannya tidak mati. Selanjutnya pada tulang-tulang daun terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning dan ada pula yang menjadi putih. Gejala selanjutnya yang paling hebat terjadi pada musim kemarau, daun-daun muda yang banyak yang menjadi kering dan berjatuhan. Tanaman kopi yang ditanam didaerah-daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur, sering tampak gejala-gejala demikian.

2. Kekurangan Unsur Mangan (Mn)
Gejala-gejala dari defisiensi Mn pada tanaman adalah hampir sama dengan gejala defisiensi Fe pada tanaman. Pada daun-daun muda diantara tulang -tulang daun secara setempat-setempat terjadi klorosis, dari warna hijau menjadi warna kuning yang selanjutnya menjadi putih. Akan tetapi tulang-tualng daunnya tetap berwarna hijau, ada yang sampai ke bagian sisi-sisi dari tulang. Jaringan-jaringan pada bagian daun yang klorosis mati sehingga praktis bagian-bagian tersebut mati, mengering ada kalanya yang terus mengeriput dan ada pula yang jatuh sehingga daun tampak menggerigi. Defisiensi ter-sedianya Mn akibatnya pada pembentukan biji-bijian kurang baik.

3. Kekurangan Unsur Borium ( B )
Walaupun unsur Borium sedikit saja diperlukan tanaman bagi pertumbuhannya tetapi kalau unsur ini tidak tersedia bagi tanaman gejalanya cukup serius, seperti:
* Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda terjadi klorosis, secara setempat-setempat pada permukaan daun bagian bawah, yang selanjutnya menjalar ke bagian tepi-tepinya. Jaringan-jaringan daun mati. Daun-daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat berkembang, sehingga per-tumbuhan selanjutnya kerdil. Kuncup-kuncup yangmatiberwarnahitam/coklat.
* Pada bagian buah terjadi penggabusan, sedang pada tanaman yang menghasilkan umbi, umbinya kecil – kecil yang kadang-kadang penuh dengan lubang-lubang kecil berwarna hitam, demikian pula pada bagian akar-akarnya.

4. Kekurangan Unsur Tembaga ( Cu )
Defisiensi unsur tembaga akan menimbulkan gejala-gejala sebagai berikut:
* Pada bagian daun, terutama daun-daun yang masih muda tampak layu dan kemudian mati (die back), sedang ranting-rantingnya berubah warna menjadi coklat dan ahkirnya mati.
* Pada bagian buah, buah-buah tanaman umumnya kecil-kecil berwarna coklat pada bagian dalamnya sering didapatkan sejenis perekat ( gum ).Gejala-gejala seperti terdapat pada tanaman penghasil buah-buahan ( yang kekurangan zat Cu ), seperti tanaman jeruk, apel, peer dan lain-lain.

5. Kekurangan Unsur Seng/Zinkum ( Zn)
Tidak tersediannya unsur Zn bagi pertumbuhan tanaman meyebabkan tanaman tersebut mengalami beberapa pen-yimpangan dalam per-tumbuhannya. Penyimpangan ini menimbulkan gejala-gejala yang dapat kita lihat pada bagian daun-daun yang tua:
*Bentuk lebih kecil dan sempit dari pada bentuk umumnya.
*Klorosis terjadi diantara tulang-tulang daun.
* Daun mati sebelum waktunya, kemudian berguguran dimulai dari daun-daun yang ada di bagian bawah menuju ke puncak.

6. Kekurangan Unsur Molibdenum (Mo)
Molibdenum atau sering pula disebut Molibdin tersedianya dalam tanah dalam bentuk MoS2 dan sangat dipengaruhi oleh pH, biasanya pada pH rendah tersedianya bagi tanaman akan kurang. Defisiensi unsur ini menyebab-kan beberapa gejala pada tanaman, antara lain per-tumbuhannya tidak normal, terutama pada sayur-sayuran. Secara umum daun-daunnya mengalami perubahan warna, kadang-kadang mengalami pengkerutan terlebih dahulu sebelum mengering dan mati. Mati pucuk ( die back ) bisa pula terjadi pada tanaman yang mengalami kekurangan unsur hara ini.

7. Kekurangan Unsur Si, Cl Dan Na
Unsur Si atau Silisium hanya diperlukan oleh tanaman Serelia misalnya padi-padian, akan tetapi kekurangan unsur ini belum diketahui dengan jelas akibatnya bagi tanaman.
Defisiensi unsur Cl atau Klorida dapat menimbulkan gejala pertumbuhan daun yang kurang abnormal ( terutama pada tanaman sayur-sayuran), daun tampak kurang sehat dan berwarna tembaga. Kadang-kadang pertumbuhan tanaman tomat, gandum dan kapas menunjukkan gejala seperti itu.
Defisiensi unsur Na atau Natrium bagi pertumbuhan tanaman yang baru diketahui pengaruhnya yaitu meng-akibatkan resistensi tanaman akan merosot terutama pada musim kering. Tanpa Na tanaman dalam pertumbuhan-nya tidak dapat meningkatkan kandungan air ( banyak air yang dapat dipegang per unit berat kering ) pada jaringan daun. Gejala-gejal lainnya belum diketahui secara jelas.

8. Unsur Fungsional / Beneficial Element
Unsur fungsional adalah unsur -unsur yang belum memenuhi kriteria unsur essensial seperti yang dikemukakan oleh ARNON & STOKT sehingga unsur-unsur ini tidak dapat digolongkan dalam unsur essensial, namun untuk penting untuk tanaman-tanaman tertentu. Dengan adanya unsur fungsional ini dapat lebih memperbaiki pertumbuhan dan kualitas hasil atau dengan kata lain, tanpa unsur fungsional ini tanaman tetap dapat men-yelesaikan siklus hidupnya dengan sempurna dan normal tetapi dengan adanya unsur ini maka pertumbuhan dan kualitas akan lebih baik pada hasil tanaman tertentu, misalnya mentimun dapat mengantikan sebagaimana peranan K pada tanaman kelapa. Contoh lain dengan pemberian Na pada tanaman bit gula ( Beta vulgaris ) akan memperbesar umbi dua sampai tiga kali. Dari hasil -hasil percobaan, ternyata pada tanaman kenaf dan Rosela ( tanaman serat ) didapatkan bahwa kalau tanaman diberikan NaCl 100 ppm maka pertumbuhan lebih baik dan berat kering meningkat jika dibandingkan dengan tanpa pemberian NaCl.

Jumat, 21 Mei 2010

MARI KITA TUNGGU LAUNCHING BUKU

JUDUL “PENGELOLAAN SUMBERDAYA BERKELANJUTAN”
OLEH : DR. IR. QUIRINO DADANG ERNAWANTO

PENELITI BALAI PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP)
KARANGPLOSO JAWA TIMUR

Kesadaran suatu bangsa terbentuk melalui pengalamannya, baik pengalaman sukses maupun pengalaman kegagalan, amat menentukan interpretasi (pemahaman) mereka tentang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Berhubung pengalaman suatu bangsa yang mempengaruhi kesadaran tersebut tidaklah statis, maka interpretasi mereka tentang pembangunan juga tidak statis atau sifatnya dinamis. Melalui mata rantai berbagai pengalaman terjadilah pergeseran-pergeseran dalam paradigma pembangunan.
Outline buku ini membahas tentang konsep pembangunan berkelanjutan. pembangunan berkelanjutan oleh banyak pihak dinilai sebagai konsep pengembangan masyarakat yang paling prospektif / menjanjikan untuk mengangkat harkat / martabat manusia di masa mendatang. Konsep ini merupakan kritik tajam terhadap teori pembangunan yang semata-mata bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi tidak bisa menyelesaikan dialektika internalnya sendiri ketika hasil-hasil pembangunan tidak “menetes” ke segenap lapisan masyarakat walaupun GNP menunjukkan peningkatan yang luar biasa atau terjadi penumpukan akses / modal pada segelintir orang. Kemudian buku ini menjelaskan sumberdaya alam dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu (1) kelompok sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui atau sumberdaya alam yang akan habis (exhaustible resources, finite resources, stock resources, fund resources) lazim dianggap bahan dasar, mencakup sumberdaya energy dan bahan mineral, dan (2) kelompok sumberdaya alam yang dapat diperbaharui atau sumberdaya yang tidak akan habis (renewable resources, in-exhaustible resources, flow resources) pada hakikatnya bersifat lestari.
Ada hal yang menarik dalam buku ini, yaitu menjelaskan pengelolaan sumberdaya lahan dan lahan kritis. Rencana penggunaan lahan harus disesuaikan atau tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat diusahakan bagi suatu penggunaan tertentu. Oleh karena itu, terlebih dahulu harus diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri. Hal ini dapat mendukung suatu kegiatan usaha tani tertentu serta tindakan-tindakan yang diperlukan agar lahan tersebut dapat memberikan hasil yang optimal secara berkelanjutan. Kemudian buku beliau menjelaskan seputar tanah. Ciri-ciri alam sering kurang dimengerti. Bagi kita tanah merupakan salah satu ciri yang ditemukan di mana saja dan kelihatannya selalu dekat dengan kita. Oleh karena hal itu maka kita tidak berusaha menjawab pertanyaan apa itu tanah, dari mana datangnya tanah dan apa sifatnya. Mungkin kita tidak menyadari bahwa sebetulnya tanah di satu tempat berbeda dengan tanah di lain tempat. Dan barangkali sebagian besar dari kita tidak mengetahui, apa yang menyebabkan adanya perbedaan tersebut.
Selain itu, buku ini menjelaskan bahan organik tanah mineral. Biasanya pengaruh bahan organik terhadap baik sifat fisik maupun kimia secara tidak sebanding melebihi jumlah bahan organik yang terdapat dalam tanah. Setengah dari kapasitas tukar kation tanah biasanya berasal dari bahan organik dan merupakan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Selanjutnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro yang kegiatannya baru saja dibahas. Yang tidak kalah seru dan bisa menambah pengetahuan kita semua, buku ini menjelaskan pembentukan, klasifikasi dan survei tanah. Mempelajari hal-hal yang beragam di alam memerlukan suatu sistem pemilahan, yang untuk selanjutnya disebut klasifikasi. Untuk tanah klasifikasi sangatlah diperlukan. Nilai dari percobaan-percobaan akan sangat terbatas atau mungkin juga membingungkan bila hubungan tanah satu sama lain tidak diketahui. Tanpa mengenal berlangsungnya pembentukan tanah serta persamaan dan perbedaan sifat-sifat profilnya, menyebabkan pengetahuan mengenai keperluan tanaman ditinjau dari tanah menjadi tidak berarti. Untuk sampai pada pengertian demikian tiga hal harus diperhatikan, yaitu : (a) genesis tanah atau pembentukan tanah dari bahan induknya, (b) klasifikasi tanah dan (c) survai, interpretasi dan penggunaan tanah. Mari kita dukung launching buku ini yang akan segera dilakukan oleh penulis. Terima kasih.

Rabu, 19 Mei 2010

IBNU YUNUS, PENEMU PENDULUM 600 TAHUN SEBELUM GALILEO GALILEI

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@yahoo.com
Mantan Presiden BEM Fakultas Pertanian Unibraw 2000-2002

            Ibnu Yunus atau lengkapnya Abu al-Hasan Ali bin Abi Said Abdur Rahman bin Yunus as-Sadafi  adalah salah satu seorang astronom Muslim terkemuka. Selain itu, namanya juga tercatat sebagai ahli sejarah lewat karyanya “Tarikhu A`yani Mishra”. Namanya melejit sebagai astronom ulung yang datang setelah al-Battani dan Abu al-Wafa. Hal ini disebabkan oleh penemuannya berupa bandul (ayunan) yang digunakan untuk mengetahui detik-detik waktu dalam meneropong benda-benda  angkasa, seperti halnya bandul yang digunakan untuk jam dinding. Dengan demikian, beliau lebih dahulu menemukannya – kurang lebih enam abad – dibandingkan Galileo Galilei (1564-1642 M) yang selama ini dianggap sebagai penemu alat bandul, yang di Negara Arab disebut miwar dan dikenal sebagai pendulum di Negara Barat.
Dari observatorium yang terdapat di Jabal Muqattam, Ibnu Yunus berhasil menemukan rubu` berlubang (Gunners Quadrant) yang sering digunakan untuk mengukur gerak bintang. Tetapi lebih dari semua itu, nama Ibnu Yunus lebih mahsyur lewat karya astronomisnya yang paling terkenal yaitu “Az-Zij al-Kabir al-Hakimi” atau dikenal dengan nama “Hakemite Astronomical Table” yang sayangnya sebagian diantaranya sulit ditemukan. Karya ini mulai beliau susun pada tahun 380 H / 990 M. Kemudian disempurnakan lagi di saat-saat menjelang akhir hayatnya. Zij yang terdiri dari empat jilid ini kemudian tersebar ke berbagai penjuru dunia yang bobot mutunya yang lebih tinggi disbanding karya Claudius Ptolemaios. Bahkan telah diterbitkan dalam berbagai bahasa.
Karya astronomisnya “Az-Zij al-Kabir al-Hakimi”, telah dianalisis dan diteliti oleh Delambre yang didasarkan pada publikasi Caussin Bab II dan Bab V serta pada sebuah terjemahan (untuk kalangan sendiri) dan sebagian babnya masih utuh, yang dilakukan oleh Sedillot yang kini tidak pernah ditemukan lagi. Observasi-observasi yang pernah dilakukan oleh Ibnu Yunus juga telah banyak dibahas oleh S. Newcomb yang amat berminat pada kemungkinan penggunaannya untuk menentukan nilai observasi sekuler dari bulan. Sumbangan orisinal Ibnu Yunus pada Trigoniometri bidang dan trigoniometri sferis telah banyak dikemukakan oleh Delambre, Von Braunmuhl dan Schoy, misalnya harga pendekatan dari :
Sin 1o = (1/3) (8/9) Sin (9/9) o + 2/3 . 16/15 Sin (15/16) o
            Karyanya yang lain adalah “Kitab al-Mail” tentang kemiringan matahari. Juga “Kitab at-Ta`dil al-Muhkam” yang mengupas tentang gerhana matahari dan bulan. Selain itu, beliau juga menulis beberapa uraian mengenai daftar bayang-bayang, daftar azimuth matahari, ukuran waktu ketinggian matahari serta jadwal-jadwal waktu shalat yang tentu saja semua ini merupakan sumbangan besar bagi ilmu pengetahuan. Bersama ilmuwan matematika muslim, Abu Nasr al-Iraqi dan Abu Mahmud al Khuyandi, beliau pun memberikan kontribusi baru dalam bidang disiplin ilmu matematika. Misalnya dengan menemukan rumus :
Cos a . Cos b = ½ [ Cos (a + b ) + Cos ( a – b ) ]

JANGAN PILIH CALON PEMIMPIN MAHASISWA LEMOT !!!

Oleh : Satriya Nugraha
Mantan Presiden BEM Fakultas Pertanian Unibraw 2000-2002
Jangan, jangan pilih mereka
Memimpin mahasiswa tidak tahu caranya
Hanya sekedar simbol dan kharismatik saja
LKM-UB mau dibawa kemana ?

Lirik di atas agaknya pas kalau didendangkan dalam lagu ketika masa kampanye pemilihan calon pemimpin mahasiswa (capimwa) di lingkungan universitas Brawijaya. Biasanya pemilihan capimwa terjadi di unit aktivitas unibraw, misal KSR, IAAS, Impala dsb ; himpunan mahasiswa jurusan misal HMIT, HIMALOGISTA, HMM dsb ; Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas, misal BEM-FP, BEM-FK, Dewan Teknik dsb ; DPM-UB dan EM-UB serta Lembaga Pers Mahasiswa, misal LPM Canopy, LPM Indikator, LPM Mafaterna dan sebagainya.
            Ada sebagian capimwa tidak tahu diri yang tetap ngotot dan berambisi bercokol di arena perpolitikan mahasiswa LKM-UB, biarpun mungkin ada gerakan penolakan politisi busuk mahasiswa. Kita sebaiknya mensosialisasikan kepada rakyat yaitu beragamnya mahasiswa agar harus tahu memilih dan mengendalikan diri untuk tidak mempertaruhkan nasib LKM-UB demi kelompok atau golongan tertentu.
            Lemot, kepanjangannya lemah otak dan memiliki arti bodoh, tidak banyak wawasan, tidak mau mendengarkan orang lain tetapi paradigma dan produksi pikirannya sering menggelikan. Kalau politisi busuk mahasiswa wajib ditolak, begitu pula politisi mahasiwa lemot juga tidak layak menjadi capimwa, mungkin capres BEM-F, ca-kahim, caka-unitas ataupun ca-LPM. Karena jabatan itu pasti menuntut kemampuan intelektual memadai, moralitas teruji, akhlak yang indah, mulia dan tentu saja bermacam wawasan yang layak dimiliki sesuai kapasitas jabatannya.
            Lha, apakah para wakil mahasiswa atau capimwa universitas Brawijaya sudah memenuhi kriteria tersebut ?. Padahal kalau diamati, dikaji dan dianalisis berbagai pendapat tentang pemimpin yang baik dan metode kepemimpinan, hampir semua pasti menjelaskan kekuatan-kekuatan positif yang membuat seseorang terseleksi entah lewat proses sejarah hidup atau proses lain, menjadi pemimpin sejati, pemimpin yang didambakan dan disayang.
            Mengingat, tidak semua capimwa bisa menjadi pemimpin sejati, karena biasanya pemimpin sejati lahir dari sebuah proses perjuangan dan pengorbanan panjang karena memperjuangkan nilai-nilai dan prinsip hidup yang arahnya membela kepentingan rakyat seperti capimwa membela kepentingan mahasiswa. Sekali lagi, kepentingan mahasiswa banyak bukan kepentingan OMEK atau parpol pun.
            Menurut Joewono, Baby (2004) dalam Harian Surya berpendapat bahwa dalam sebuah mimbar Jum’at online, dinyatakan pemimpin yang baik menurut Islam adalah sesuai dengan hadits : “Sebaik-baik pemimpin negara kalian adalah mereka yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian. Mereka mendoakan kalian dan kalian pun mendoakan mereka. Seburuk-buruk pemimpin negara kalian adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian melaknat mereka dan mereka juga melaknat kalian. (Hadits shahih Riwayat Muslim).
            Kalau kita paham mencermati, paragraf di atas terbaca sederhana dan hanya terdiri dari empat kalimat pendek. Empat inti kata hanya masalah cinta, doa, benci dan laknat ; antara yang memimpin dan dipimpin. Mengapa ?. Karena mereka mencintai rakyat. Mereka memikirkan rakyat sebelum memikirkan diri sendiri. Dan itu belum tampak nyata di lingkungan Lembaga Kedaulatan Mahasiswa Unibraw.
            Marilah kita sekilas mengamati, para pemimpin mahasiswa unibraw sekarang mungkin lebih mementingkan ego pribadi, ego kekerabatan, ego golongan atau kelompok tertentu. Padahal mereka sebagai pemimpin mahasiwa sebaiknya menjadi milik bersama anggota LKM-UB yang dipimpinnya. Mana pernah kita mendengar ada pemimpin mahasiswa LKM-UB yang tidak mampu bayar SPP, hidup sederhana, rendah hati, peduli mahasiswa terminal kuliah karena alasan biaya. Yang ada, justru mereka mungkin selalu merasa yang paling benar, memimpin mutlak untuk kepentingan pribadi, tidak tahu diri, peduli fakultas sendiri, tidak peka lingkungan dan sebagainya.
            Pemimpin mahasiswa yang cinta rakyat mahasiswa akan menunjukkan bukti cintanya, dengan sikap tanggung jawab. Susah dan senang dijalani bersama dan kehidupannya tidak akan glamour, hedon, dibanding rakyatnya. Ia tidak berkhianat terhadap rakyat yang mempercayainya dengan penuh harapan. Begitu juga mengapa masih ada rakyat mahasiswa, yang notabene sibuk membangun kehidupan mereka sendiri, bahkan sempat, mau dan ikhlas memikirkan serta mendoakan seorang pemimpin mahasiswa ?.
            Karena do’a merupakan sesuatu dari hati nurani terdalam yang dianggap sebagai bisikan paling pribadi kepada Tuhan. Melalui pengucapan do’a, sebagian mahasiswa mengharapkan pemimpin mahasiswa senantiasa dalam kebaikan dan lindungan Allah swt., karena mereka merasa selama ini sang pemimpin mahasiswa selalu bersama mereka, peduli kehidupan dan kebahagiaan mereka, mau berjuang dan berkorban untuk mereka.
            Mereka yakin bahwa sang pemimpin senantiasa juga berdo’a bagi kehidupan bersama sehingga rakyat merasa harus mendoakan sang pemimpin mahasiswa. Perjuangan sang pemimpin adalah untuk  rakyat yang dipimpin, bukan untuk yang lain yang mungkin bisa bernama kelompok atau golongan tertentu, kekuasaan, fasilitas, kepopuleran atau ambisi. Dijelaskan juga dalam hadits di atas bahwa pemimpin paling buruk adalah yang dibenci rakyatnya. Mengapa ?. semuanya tentu tergantung apa yang dilakukan sang pemimpin terhadap rakyatnya.
Misal apakah pemimpin mahasiswa berhasil mengkritisi kebijakan fakultas atau rektorat ?, seperti SPP, uang gedung, akademik, presensi dosen, IOM, beasiswa dan lain-lain. Apakah keberadaan LKM-UB diperuntukkan bagi kesejahteraan hidup mahasiswa atau dikuasai sendiri sehingga banyak mahasiswa kesusahan ?. Mengingat, rakyat mahasiswa yang membenci pemimpinnya pasti adalah mereka yang tidak pernah diberi kesempatan dan ruang untuk berkembang, aktualisasi diri dan bermartabat.
Mereka hidup di LKM-UB tetapi hidup bagaikan pengungsi yang tidak memiliki kekuatan apa pun tanpa masa depan, tanpa keahlian berarti setelah menjadi sarjana. Ironis, apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin mahasiswa terhadap rakyat LKM-UB sendiri ?. Apakah memimpin itu hanya sekedar berkuasa dan mengatur ?. Apakah sekedar popularitas dan banyak teman yang menguntungkan belaka ?. Apakah hanya ingin dikenal oleh banyak cewek cantik atau cowok ganteng saja ?.
Pemimpin mahasiswa yang membenci rakyatnya, diartikan benci untuk mengurusi segala kerumitan dan kompleknya persoalan mahasiswa, memang tidak mungkin akan dicintai. Kebencian atau kemalasan untuk bersedia repot memperjuangkan kesejahteraan rakyat mahasiswa, yang sebetulnya memang tugas utamanya, akan menghasilkan kebencian rakyat yang ditelantarkannya. Selain itu, yang terburuk juga adalah apabila rakyat melaknat pemimpin mereka. Rasanya ini akan terjadi ketika sang pemimpin mahasiswa dahulu melaknat mereka dengan berbagai perbuatan yang amat menyengsarakan. Apalagi bila tanpa pernah merasa bersalah.
Mungkin pemimpin mahasiswa menganggap kekuasaan sebagai kenikmatan dan kesempatan untuk diri sendiri belaka, tanpa paham tugas apa yang sebenarnya diembannya. Kekuasaan diterima sebagai suatu “rejeki nomplok”, bukan tanggung jawab berat yang benar-benar membuatnya berpikir dan berupaya keras sehingga ketika terpilih, bukannya berdo’a atau berikhtiar, malah berpesta pora dan tersenyum habis-habisan. Bukan bekerja untuk rakyat yang dipikirkan, melainkan membayangkan bagaimana kemegahan dan kekuasaan yang akan dipegangnya.
Banyak sebenarnya pendapat yang menawarkan tentang pemimpin yang baik sebagai pedoman memilih capimwa unibraw. Misalnya yang mampu dan mau mendengarkan dengan telinga, mata dan hati, yang punya perasaan, jiwa dan intelektual memadai, yang punya wawasan tentang mengelola dan memimpin, yang tidak egois dan tidak serakah, yang beriman, yang mampu berkomunikasi dan banyak lagi pendapat yang layak untuk diamini.
Dengan demikian, untuk seorang pemimpin atau capimwa dari sebuah negara LKM-UB utamanya yang sedang stroke berat macam LKM-UB, kita tidak butuh capimwa lemot alias minim wawasan, baik wawasan tentang arti manajerial, kepemimpinan, profesionalisme dan juga wawasan religi. Karena, seorang pemimpin mahasiswa sebuah negeri LKM-UB harus menjadi seorang pekerja professional yang mengelola LKM-UB dengan seluruh asetnya termasuk aset yang bernama rakyat mahasiswa.
                                    Malang, 28 April 2004
 

Dana Peduli Bencana Sudah Diatur Pemerintah

Oleh : Satriya Nugraha, SP
Konsultan Pertanian Organik dan Evaluasi Lahan Pertanian
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002 ; satriya1998@gmail.com

                Menyikapi artikel Saudara Ahmad Taufiq (4/12) di Harian Surya, yang menyebutkan bahwa penggalangan dana dan penyaluran dana bencana perlu pengaturan yang lebih komprehensif dan mengikat maka pemerintah dan DPR RI sebenarnya sudah mensahkan UU No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. Dana peduli bencana diharapkan digunakan untuk modal penting bagi korban bencana bangkit dari keterpurukan sosial menuju kesejahteraan sosial. Menurut UU No. 11 tahun 2009, pasal 26 menyebutkan bahwa wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya meliputi pemberian ijin dan pengawasan pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial. Dana peduli bencana termasuk dalam pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial.
            Kemudian menurut UU No. 11 tahun 2009, pasal 28 juga menyebutkan bahwa wewenang pemerintah propinsi dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya meliputi pemberian izin dan pengawasan pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial sesuai dengan kewenangannya. Dan, yang terakhir, menurut UU tersebut pada pasal 30, menyebutkan bahwa wewenang pemerintah kabupaten / kota dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial salah satunya meliputi pemberian ijin dan pengawasan pengumpulan sumbangan dan penyaluran bantuan sosial sesuai dengan kewenangannya.
            Artinya sudah ada regulasi khusus yang mengatur hal-hal teknis penanganan terhadap korban bencana khususnya penggalangan dana secara swadaya oleh masyarakat. Regulasi tersebut berlaku hingga tingkat desa. Selain itu, masyarakat juga diharapkan berperan membantu pemerintah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi korban bencana. Kita tidak bisa melarang organisasi kemasyarakatan yang menyelenggarakan kegiatan pengumpulan dan penyaluran dana sumbangan. Karena menurut UU Kesejahteraan Sosial, pasal 38 menyebutkan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan seluas-seluasnya untuk berperan dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial termasuk kesejahteraan sosial korban bencana.
Pemerintah sudah campur  tangan mengatur agar bantuan tepat sasaran dan disalurkan kepada yang membutuhkan. Tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten kota salah satunya memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Menurut pasal 36 menyebutkan bahwa sumber pendanaan penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi APBN, APBD, sumbangan masyarakat, dana yang disisihkan dari badan usaha sebagai kewajiban dan tanggung jawab sosial dan lingkungan ; bantuan asing sesuai dengan kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan serta sumber pendanaan yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten / kota perlu menyusun peraturan daerah tentang kesejahteraan sosial sebagai implementasi UU No. 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial sehingga penyelenggaraan sosial di tingkat propinsi dan kabupaten / kota semakin tertib, efektif dan aman bagi masyarakat. Mengenai regulasi bentuk-bentuk pertanggungjawaban publik pengumpulan bantuan dan penyaluran bantuan bagi korban bencana juga sudah diatur pemerintah. Lembaga koordinasi kesejahteraan sosial non pemerintah perlu dibentuk pada tingkat nasional, provinsi dan kabupaten / kota. Menurut UU Kesejahteraan Sosial, Pasal 43 menyebutkan bahwa Lembaga koordinasi mempunyai tugas melakukan advokasi sosial dan advokasi anggaran terhadap lembaga / organisasi sosial.
Artinya lembaga koordinasi tersebut akan melakukan pengawasan terhadap masyarakat dan/ atau organisasi sosial kemasyarakatan, apakah melakukan pertanggungjawaban publik pengumpulan dan penyaluran bantuan kesejahteraan sosial khususnya bantuan dana peduli bencana. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi korupsi dan penyelewengan penyaluran bantuan sosial khususnya bantuan dana peduli bencana. Dengan demikian, masyarakat korban bencana semakin sejahtera dan aman dalam menerima bantuan apa pun dari masyarakat yang peduli baik dalam negeri maupun internasional. Amin.

Modal Sosial : spirit of democracy dalam Otonomi Desa

Oleh : Satriya Nugraha, SP
Konsultan Pertanian Organik dan Evaluasi Lahan Pertanian
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002 ; satriya1998@gmail.com

            Ada pepatah politik kuno yang terkenal, “suara rakyat adalah suara Tuhan” ; yang menunjukkan betapa tingginya derajat rakyat dalam lingkup negara. Terutama negara Indonesia, yang menganut sistem demokrasi. Adapun ungkapan itu tidak dimaksudkan untuk membandingkan kekuasaan Tuhan yang sakral dengan kekuasaan politik yang sekuler, melainkan bermakna bahwa bagaimana pun tanpa kehadiran dan partisipasi masyarakat maka suatu Negara demokratis tidak pernah ada.
            Kemudian kalau kita mengkaji, UU No. 5 tahun 1979, dinyatakan bahwa desa masih dikendalikan oleh pemerintah pusat. Disini juga diterangkan bahwa pemerintahan desa merupakan bentuk terendah di bawah camat yang dibuat seragam di seluruh Indonesia. Tidak ada pendelegasian wewenang (desentralisasi), mengingat desa dianggap sebagai replika miniatur pemerintah pusat. Padahal masyarakat kita merupakan masyarakat majemuk (plural) yang di dalamnya terdapat bermacam-macam institusi lokal yang telah ada jauh sebelum baik undang-undang maupun segala macam bentuk peraturan pemerintah tersusun. Biasanya institusi lokal ini menjalankan fungsi sebagai mediating institution, menjembatani kehidupan individu yang bersifat prifat dengan kehidupan publik.
            Munculnya pemberlakuan UU No. 22 tahun 1999 terutama pada Bab XI tentang desa, maka secara yuridis formal UU No. 5 tahun 1979 otomatis tidak berlaku. Artinya desa tidak akan dikendalikan oleh pemerintah pusat lagi. Kemudian dalam penjelasan salah satu pasal yaitu pasal 100, tentang tugas pembantuan ditegaskan bahwa pemerintah desa berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia. Dengan demikian, desa juga berhak menolak campur tangan pemerintah pusat.
            Selain itu, ada dua poin terpenting dalam UU ini. Pertama, desa tidak dikendalikan oleh pemerintah pusat. Kedua, adanya pembagian kekuasaan di tingkat desa. Sebelumnya, semua keputusan ada di Kades/Lurah ; sekarang ada Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai instansi pengontrol kinerja aparat desa. Keberadaannya membawa visi dan misi untuk menggairahkan desa dan memberi kebebasan bagi daerah untuk mengatur pemerintahannya sendiri.
            BPD sebagai suatu lembaga perwakilan desa yang bersifat formal bisa dikatakan cerminan dari pengalaman desa beberapa puluh tahun lalu. Misalnya Prop. D. I. Yogyakarta , otonomi sebenarnya bukan hal baru. Berdasarkan Maklumat No. 7 yang dikeluarkan Sri Sultan HB pada tanggal 6 Desember 1945, desa diberi kewenangan untuk membentuk lembaga perwakilan yang disebut DPR Kelurahan.
            Akhirnya, disempurnakan juga dalam UU No. 22 tahun 1999,  dimana BPD diharapkan akan mampu memenuhi makna identitas personal desa sebagai fungsi lembaga perwakilan desa. Mengingat, dahulu nilai identitas personal desa biasanya terwujud dalam rembug desa (bisa dikatakan sebagai salah satu bentuk institusi sosial desa). Adanya rembug desa diharapkan memunculkan sharing of meaning (berbagi rasa) dalam berbagai hal. Artinya masyarakat merasa lebih at home terhadap kebijakan publik yang telah mereka sepakati dan tetapkan bersama dengan adanya institusi lokal tersebut.
Kecenderungan Erosi
            Pada jaman orde baru, sayangnya spirit keberadaan institusi lokal sebagai basis modal sosial desa tidak lagi terdengar gaungnya. Misalnya lembaga kesenian yang ada justru dipersulit dengan birokrasi yang ada pada jaman tersebut. Ditambah lagi, kedudukan lembaga sosial semakin lemah karena tidak ada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sehingga mereka jarang mendapatkan bantuan atau hibah dari pemerintah.
            Belum lagi gerakan PKK dicanangkan secara serentak secara nasional, bahkan wajib dilaksanakan di tingkat RW dan RT. Bagi masyarakat yang tidak melaksanakan ketentuan tertentu akan mendapat fitnahan “tidak pancasilais” atau “komunis”. Tidaklah heran jika 10 program PKK banyak dijadikan monumen di setiap pertigaan jalan atau di setiap pintu masuk suatu desa. Bukan hanya itu, lumbung desa yang tadinya sudah ada dan mengakar dalam masyarakat digantikan peran dan fungsinya oleh KUD (Koperasi Unit Desa), perkumpulan pemuda digalakkan melalui Karang Taruna. Kesimpulannya semua itu, dilakukan dengan latar belakang untuk memudahkan kontrol pemerintah terhadap masyarakat sampai pada level terkecil, desa.
            Hal inilah tanpa disadari kearifan lokal yang berkembang di mayarakat tak urung menjadi mati terbunuh. Pembunuhnya adalah pemerintah sendiri. Pemerintah entah sengaja atau tidak lupa bahwa yang mereka lakukan sudah melebihi batas kehidupan bernegara. Tentunya campur tangan pemerintah juga berpengaruh terhadap erosi modal sosial yang ada di desa Hal ini diperparah lagi dengan sikap otoriatarianisme desa pada jaman orde baru membuat masyarakat kehilangan trust (kepercayaan) terhadap pemerintah. Tidak ada lagi hubungan manis antara masyarakat dengan pemerintah. Masyarakat hanya sebagai media kepentingan politik penguasa yang mengatasnamakan kepentingan “rakyat”.
            Pada perjalanan selanjutnya, pada tahun 1999, kehadiran BPD yang diharapkan dapat mengembalikan kepercayaan rakyat ternyata justru bias dengan kepentingan elit. Karena masyarakat tidak terbiasa terlembaga secara formal. Salah satu cara untuk memulihkan kenyataan ini adalah dengan mengkaji ulang kembali modal sosial yang dulu pernah ada dan hidup dalam masyarakat. Yaitu nilai-nilai kepercayaan, kesepakatan dan sharing power,  kerjasama serta aturan yang bersifat interpersonal maupun penghargaan terhadap orang lain. Dengan demikian, seperti yang diungkapkan di atas bahwa dalam realitas modal sosial merupakan spirit atau kekuatan terwujudnya demokrasi itu sendiri. Upaya membangun modal sosial ini dapat dimulai dari masyarakat sipil dimana kelompok sukarelawan, gerakan dan warganegara mencoba menerapkan nilai-nilai solidaritas serta berani memperjuangkan kepentingannya.
Menurut Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta setidaknya ada 4 (empat) langkah mewujudkan optimisme terbentuknya modal sosial, yaitu : (a) penggalian potensi dan sumberdaya yang ada di desa ; (b) peningkatan partisipasi masyarakat pada level perencanaan sampai level pelaksanaan ; (c) mengembangkan interaksi sosial yang membawa mekanisme ekonomi pembangunan dalam masyarakat; (d) menghidupkan dan membangun kembali hubungan sosial di desa. Akhirnya, untuk mewujudkan idealisme di atas tentunya sangat diperlukan kearifan dari pemerintah. Kearifan ini dapat terwujud dengan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat dan pembenahan kembali modal sosial dengan dukungan pemerintah. Adalah tugas kita bersama untuk bekerjasama mendukung kabinet pemerintah yang sah agar modal sosial sebagai spirit of democracy dapat kembali terwujud dan desa menemukan karakteristik demokrasinya kembali.
                                                                                    Malang, 05 Januari  2005

Perkembangan Pupuk Organik Di Indonesia

Oleh : Satriya Nugraha, SP
Konsultan Pertanian Organik dan Evaluasi Lahan Pertanian
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002 ; satriya1998@gmail.com

            Pada tanggal 15 Desember 2009, Dewan Tani Indonesia bekerjasama dengan Dekanat Fakultas Pertanian Unibraw Malang, mengadakan Workshop dan Focus Group Discussion bertema “perkembangan pupuk organik di Indonesia”. Kegiatan sebagai rangkaian dari kegiatan sebelumnya yaitu Workshop dan Focus Group Discussion diadakan di IPB Bogor. Tujuan diadakan kegiatan untuk mengumpulkan berbagai kajian permasalahan seputar pertanian organik. Kemudian hasil akhirnya menjadikan rekomendasi kepada Mentan RI dan Wakil Mentan RI beserta jajarannya.
Kegiatan ini diselenggarakan di Unibraw Malang dan dimoderatori oleh Dr. Ir. Asep Syaefudin (mantan Wakil Rektor Bidang Kerjasama IPB Bogor, dosen IPB sekaligus Dewan Pakar Dewan Tani Indonesia). Peserta Workshop dan FGD ini dihadiri oleh praktisi pupuk organik, akademisi pupuk organik, HKTI Jatim, penulis muda Jatim, BUMN produsen dan penyalur pupuk organik di Jawa Timur, Dewan Pakar dan Pengurus Pusat Dewan Tani Indonesia, pengusaha pupuk organik serta staf peneliti BPTP Jawa Timur.
Kegiatan tersebut mengkaji permasalahan makalah judul evaluasi kebutuhan pupuk subsidi yang oleh Dr. Ir. Dadang (staf peneliti BPTP Jawa Timur). Kemudian pemaparan makalah judul alternatif dan pengembangan supply chain management pupuk organik subsidi oleh Hery Toyiba, SP, MS (dosen FP Unibraw); pemaparan makalah judul pendataan calon penerima subsidi pupuk dengan metode yang benar oleh Mangku Purnomo, SP, MS (dosen FP UB).
Kemudian pemaparan makalah berjudul best practices peran industri pupuk organik dalam mendukung program organik bersubsidi disajikan oleh Dr. Ir. Ririen Prihandarini. Pemaparan makalah judul pengembangan dan pendalaman standar pupuk organik oleh Ir. Wahono, MS, pemaparan makalah judul prospek pasar pupuk organik saat ini dan pasca program pupuk oleh Dr. Ir. Noer Soetjipto (sekretaris HKTI Jatim / Wakil Sekjen Dewan Pupuk Indonesia). Pemaparan makalah dari General Manager BUMN dan yang terakhir, pemaparan makalah judul kondisi sumber-sumber bahan baku pupuk organik oleh Prof. Dr. Ir. Syekhfani (mantan Dekan FP Unibraw sekaligus dosen FP Unibraw).
Menurut Prof. Dr. Ir. Syekhfani menuturkan bahwa pupuk organik adalah pupuk berbahan baku sisa tubuh organisme mati, dengan kandungan utama senyawa karbohidrat, seringkali diperkaya dengan unsur-unsur makro / mikro tertentu. Bertujuan memperbaiki sifat kesuburan tanah dan/atau memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur hara. Di daerah tropika basah Indonesia, bahan organik berlimpah, selama cahaya matahari bersinar 12 jam sehari semalam, sumber air dari irigasi, hujan maupun air tanah tidak masalah, serta kadar CO2 di udara 0,0003 % disuplai terus menerus mendukung produksi biomassa. Kemudian Definisi arti pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah dan lain-lain dalam Peraturan Menteri Pertanian No : 28 / Permentan / S.R. 130 / 5 / 2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah perlu diperbaiki juga.
Menurut Hery Toyiba, SP, MS, menuturkan bahwa alternatif jalur distribusi manajemen pupuk bersubsidi yang efisien dan efektif adalah perlunya kebijakan pemberian insentif pada pertanian yang ramah lingkungan, perlunya penguatan kelembagaan pendukung produk ramah lingkungan dan penataan aransemen kelembagaan di setiap level tahap proses mixed supply chain , manajemen pupuk bersubsidi untuk mengurangi biaya dan biaya transaksi.
Menurut Dr. H.M. Noer Soetjipto, SP, MM menuturkan bahwa kebutuhan pupuk organik nasional sektor pertanian tanaman pangan dalam rangka Go Organik 2010 adalah luas lahan 11.000.000 Ha dengan dosis 0,5 ton per Ha. Total kebutuhan 5.500.000 ton dimana hanya terealisasi 910.000 ton dan kekurangan 4.590.000 ton. Kebutuhan pupuk organik Jawa Timur adalah 500 ribu ton, masih terpenuhi 90.000 ton dan kekurangan 410.000 ton. Hal ini menandakan keberadaan pupuk organik masih cukup prospektif di masa mendatang.
Menurut Ir. Wahono, MS menuturkan bahwa tidak bisa dilakukan penetapan standar pupuk organik secara seragam di Indonesia, haruslah spesifik lokasi, spesifik kebutuhan petani menggunakan pupuk organik ditunjang database petani yang riil dan sistematis. Susahnya penetapan standar penetapan pupuk organik adalah indikator kadar air dan C/N ratio yang mudah berubah. Kemudian nilai AW dan kadar air dalam pupuk organik tidak stabi sehingga regulasi dan pengaturan subsidi pupuk organik perlu diperbaiki lagi khususnya Peraturan Menteri Pertanian No : 28 / Permentan / S.R. 130 / 5 / 2009 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.

TIDAK BOLEH MENYALAKAN HANDPHONE DI PESAWAT

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@yahoo.com
Mantan Presiden BEM Fakultas Pertanian Unibraw 2000-2002

Sekedar untuk informasi saja, mungkin rekan-rekan semua sudah mendengar berita mengenai kecelakaan pesawat yang baru "take-off" dari Lanud Polonia -Medan. Sampai saat ini penyebab kejadian tersebut belum diketahui dengan pasti. Hal ini untuk menambah informasi buat kita semua yang memiliki dan menggunakan ponsel /telepon genggam atau apa pun istilahnya. Ternyata menurut sumber informasi yang didapat dari ASRS (Aviation Safety Reporting System) bahwa ponsel mempunyai kontributor yang besar terhadap keselamatan penerbangan. Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat terbang yang terjadi diakibatkan oleh ponsel. Informasi di bawah ini dapat bermanfaat untuk kita semua, terlebih bagi seseorang yang sering menggunakan pesawat terbang.  
Contoh kasusnya antara lain : Boeing 747 Qantas tiba-tiba miring ke satu sisi dan mendaki lagi setinggi 700 kaki justru ketika sedang "final approach" untuk "landing" di bandara Heathrow, London. Penyebabnya adalah karena tiga penumpang belum mematikan komputer, CD player, dan electronic game masing-masing (The Australian, 23-9-1998).  Seperti kita tahu di Indonesia? Begitu roda-roda pesawat menjejak landasan, langsung saja terdengar bunyi beberapa ponsel yang baru saja diaktifkan. 
Pesawat Crossair dengan nomor penerbangan LX498 baru saja "take-off" dari bandara Zurich, Swiss. Sebentar naik kemudian pesawat menukik jatuh. Sepuluh penumpangnya tewas. Penyelidik menemukan bukti adanya gangguan sinyal ponsel terhadap sistem kemudi pesawat. Kemudian sebuah pesawat Slovenia Air dalam penerbangan menuju Sarajevo melakukan pendaratan darurat karena system alarm di kokpit penerbang terus meraung-raung. Ternyata, sebuah ponsel di dalam kopor di bagasi lupa dimatikan, dan menyebabkan gangguan terhadap sistem navigasi.
Para "pelanggar hukum" itu seolah-olah tak mengerti, bahwa perbuatan mereka dapat mencelakai penumpang lain, disamping merupakan gangguan (nuisance) terhadap kenyamanan orang lain.  Dapat dimaklumi, mereka pada umumnya memang belum memahami tata krama menggunakan ponsel, disamping juga belum mengerti bahaya yang dapat ditimbulkan ponsel dan alat elektronik lainnya terhadap sistem navigasi dan kemudi pesawat terbang. Untuk itulah ponsel harus dimatikan, tidak hanya di-switch agar tidak berdering selama berada di dalam pesawat.
            Berikut merupakan bentuk ganguan-gangguan yang terjadi di pesawat: Arah terbang melenceng, Indikator HIS (Horizontal Situation Indicator) terganggu, Gangguan penyebab VOR (VHF Omnidirectional Receiver) tidak terdengar, Gangguan sistem navigasi, Gangguan frekuensi komunikasi, Gangguan indikator bahan bakar,Gangguan sistem kemudi otomatis, Semua gangguan di atas diakibatkan oleh ponsel, sedangkan gangguan lainnya seperti Gangguan arah kompas computer diakibatkan oleh CD & game Gangguan indikator CDI (Course Deviation Indicator) diakibatkan oleh gameboy
Semua informasi di atas adalah bersumber dari ASRS.
Dengan melihat daftar gangguan diatas kita bisa melihat bahwa bukan saja ketika pesawat sedang terbang, tetapi ketika pesawat sedang bergerak di landasan pun terjadi gangguan yang cukup besar akibat penggunaan ponsel. Kebisingan pada headset para penerbang dan terputus-putusnya suara mengakibatkan penerbang tak dapat menerima instruksi dari menara pengawas dengan baik. Perlu diketahui, ponsel tidak hanya mengirim dan menerima gelombang radio melainkan juga meradiasikan tenaga listrik untuk menjangkau BTS (Base Transceiver Station). Sebuah ponsel dapat menjangkau BTS yang berjarak 35 kilometer. Artinya, pada ketinggian 30.000 kaki, sebuah ponsel bisa menjangkau ratusan BTS yang berada di bawahnya. (Di Jakarta saja diperkirakan ada sekitar 600 BTS yang semuanya dapat sekaligus terjangkau oleh sebuah ponsel aktif di pesawat terbang yang sedang bergerak di atas Jakarta).
Sebagai mahluk modern, kita sebaiknya ingat bahwa pelanggaran hukum adalah juga pelanggaran etika. Tidakkah kita malu dianggap sebagai orang yang tidak peduli akan keselamatan orang lain, melanggar hukum, dan sekaligus tidak tahu tata krama? Sekiranya bila kita naik pesawat, bersabarlah sebentar. Semua orang tahu kita memiliki ponsel. Semua orang tahu kita sedang bergegas. Semua orang tahu kita orang penting. Tetapi, demi keselamatan sesama, dan demi sopan santun menghargai sesama, janganlah
mengaktifkan ponsel selama di dalam pesawat terbang.

Visit Malang Batu 2012

Grand Design dan Strategi Pengembangan Pariwisata Malang Raya

Oleh : Satriya Nugraha, SP
Mantan Ketua Tim Sukses Anggota Komisi B DPRD Jatim 2009-2014
(Drs. Agus Dono Wibawanto, M.Hum)
Penulis Buku, Kolumnis Koran, Narasumber Radio Swasta Malang

Pariwisata merupakan salah satu andalan penerimaan ekonomi Negara berkembang pada umumnya, karena melibatkan sektor lain di luar pariwisata dan secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian tertentu. Bisnis pariwisata di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu) hampir lesu ketika musibah beruntun: dari merebaknya adanya terorisme, SARS, kemudian Flu Burung, sampai dengan terjadinya beberapa kali pemboman di tempat-tempat pariwisata, termasuk hotel. Kini, boleh dikata sudah pulih. Lalu faktor apa saja yang menjadikan kita sebagai tempat wisata bisa menarik pengunjung? Demikian pula seberapa besar manfaat dan mudarat terbukanya dan berkembangnya pariwisata di negeri kita? Dua pertanyaan itu perlu sekali kita renungkan dan kita ambil langkah kongkrit ke depan. Faktor pendorong untuk dijadikan tempat singgah para pencari ketenangan cukup banyak.
Sementara itu, Malang Raya merupakan sebagai salah satu kawasan tempat wisata yang sangat menarik bagi para wisatmanca negara, oleh karena begitu banyaknya obyek alami yang dapat dinikmati. Hanya saja pengelolaannya yang sering menjadi kendala kurang tersohornya tempat-tempat dan obyek wisata. Bahkan saking banyak dan variasinya obyek tadi, sampai kemudian bingung untuk membuat spesifikasi dan sayangnya berdampak kurang menguntungkan. Kita perlu menyusun konsep dan implementasi kawasan wisata secara spesifik dan menarik segmen wisatawan. Ada segmen wisatawan advonturir, ada segmen wisatawan bernostalgia, ada wisatawan cagar budaya (candi, museum, bangunan bersejarah) dan sebagainya.
Sebagai contoh, semboyan ultimate in diversity, yang dijadikan branding dalam kepariwisataan Indonesia, kurang bisa marketable. Sehingga, kini lagi mencari penggantinya untuk dijadikan branding pariwisata Indonesia agar bisa marketable. Sedangkan visit Indonesia year 2008 lambang dan ungkapan brandingnya baru saja diputuskan. Ini persolan marketing. Sehingga jelaslah disamping obyek,marketing juga menentukan apakah tempat pariwisata kita akan didatangi banyak wisatawan atau tidak. Di samping itu keamanan merupakan faktor sangat penting dalam pariwisata. Para turis akan segera mencabut rencana wisata ke tempat dan obyek tertentu yang telah ditetapkan,jika ada informasi bahwa tempat tersebut tidak aman.
Aman dan rasa aman merupakan hal penting untuk mendorong berkembangnya industri pariwisata. Dari itu semua berbicara mengenai marketing obyek wisata,mass media,TV, internet, dan surat kabar, mempunyai peran besar sekali. Jika infonya banyak jelek,maka otomatis menjadi kebalikan dan justeru marketing kejelekan. Jika infonya dengan bahasa dan kalimat yang cenderung merekomendasikan orangorang untuk datang,maka akan menjadi marketing untuk pariwisata. Berita-berita dalam negeri sekaligus menjadi marketing baik atau marketing jelek untuk pariwisata.
Setiap wisatawan berhak memperoleh: a. informasi yang akurat mengenai daya tarik wisata; b. pelayanan kepariwisataan sesuai dengan standar; c. perlindungan hukum dan keamanan; d. pelayanan kesehatan; e. perlindungan hak pribadi; dan f. perlindungan asuransi untuk kegiatan pariwisata yang berisiko tinggi. Wisatawan yang memiliki keterbatasan fisik, anak-anak, dan lanjut usia berhak mendapatkan fasilitas khusus sesuai dengan kebutuhannya. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin
ketersediaan dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat dan wisatawan untuk kepentingan pengembangan kepariwisataan. Pemerintah Daerah dapat mengembangkan dan mengelola sistem informasi kepariwisataan kepada wisawatan sesuai dengan kemampuan dan kondisi daerah.
Tidak adanya grand design pariwisata dan kurang memadainya sarana dan prasarana pariwisata, mengakibatkan pengelolaan tidak fokus, sehingga menghambat pembangunan sapta pesona daerah Malang Raya. masalah ini kembali diperparah belum adanya koordinasi efektif dan efisien yang kurang baik antara pemerintah propinsi Jawa Timur dan Malang Raya serta belum adanya kerjasama yang maksimal dengan instansi dan sub sektor lainnya dalam upaya pengembangan kepariwisataan.
Untuk itu, penulis menilai penyusunan grand design pengembangan pariwisata sangat penting. Adanya keterkaitan Visit Jawa Timur dengan Visit Malang Batu 2012 yang akan didesign nanti.
            Perlu diketahui, saat ini pariwisata telah berkembang lebih pesat bukan hanya sekedar berekreasi namun juga berinteraksi, dan melakukan aktivitas seperti olahraga hiking, camping maupun outbound yang sedang marak. Perubahan paradigma wisata saat ini cenderung pada wisata yang natural atau kembali ke alam bebas, keperdulian masyarakat terhadap konservasi dan pelestarian alam serta suasana yang lebih berbeda dengan tempat tinggal darimana wisatawan tersebut berasal. Kawasan Malang Raya termasuk kawasan ekoturisme yang perlu komitmen dan keseriusan berbagai pihak menuju pengembangan ekoturisme lebih baik.
Ekoturisme telah melanda dunia perjalanan dan konservasi seperti tsunami, tetapi secara pasti berasal dari perubahan yang perlahan-lahan, bukan secara mendadak. Akar dari ekoturisme terletak pada wisata alam dan wisata ruang terbuka. Para pengunjung yang beramai-ramai datang ke Yellowstone dan Yosmite seabad yang lalu adalah ekoturis pemula (Western dalam Lindberg dan Hawkins,1995:7). Pengunjung mulai peka terhadap dampak yang ditimbulkan secara ekologis dan keprihatinan terhadap penduduk lokal. Wisata-wisata khusus seperti safari, pengamatan burung, dan jalur-jalur alami terpadu merupakan pengembangan dari aktifitas sebelumnya. Kelompok kecil yang sedang tumbuh inilah yang kemudian disebut dengan ekoturisme dan tengah mengangkat seluruh industry perjalanan menjadi lebih peka terhadap lingkungan.
            Grand design pengembangan pariwisata Malang Raya dengan meluncurkan program Visit Malang-Batu 2010 berdasarkan acuan UU No. 10 tahun 2009 tentang  pariwisata. Berdasarkan UU No. 10/2009 menjelaskan bahwa Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunan kepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota. Rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi Jawa Timur diatur dengan Peraturan Daerah Jatim. Rencana induk pembangunan kepariwisataan Malang Raya dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota Malang Raya.
Grand design pengembangan pariwisata Malang Raya adalah upaya untuk menjaga kelangsungan nilai bangsa yang bersumber dari budaya dan agama dengan mengelola ekoturisme, wisata buatan dan wisata cagar budaya di kawasan Malang Raya. Hal ini berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Jawa Timur 2009-2014. Jika motivasi, visi dan misi pengembangan industri pariwisata adalah pengumpulan uang, sangat mungkin akan mengabaikan perusakan nilai budaya dan agama kita. Toh kita sadar bahwa pariwisata tidak selalu harus identik dengan perusakan nilai budaya dan agama. Namun kita juga tidak boleh menutup mata bahwa pariwisata biasanya sarat dengan aktivitas dan program yang sadar atau tidak sadar melanggar nilai-nilai tadi.
            Ekowisata telah berkembang tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan
burung dan satwa liar, mengendarai kuda, penelusuran jejak di hutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan pemberdayaan penduduk lokal. Ekowisata ini kemudian merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan yang bertanggungjawab. Dewasa ini semakin banyak yang tertarik mendatangi daerah-daerah terpencil yang jarang dijamah turis masal sehingga lebih bersifat avonturir (adventure tourisme) seperti arung jeram, safari, kemping, mendaki gunung, dan sebagainya. Para wisatawan juga banyak yang tertarik dengan kehidupan yang bernuansa pertanian atau pedesaan yang pada akhirnya dikenal sebagai wisata pedesaan.
Selain itu, modal dasar untuk mengembangkan industri pariwisata Malang Raya sudah tersedia, dalam bentuk potensi lingkungan alam dan budaya dengan segala keunikan dan keragamannya. Sebagai gambaran, alam Indonesia telah lama dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dengan tingkat keanekaragaman sebanding dengan Brazilia yang mempunyai luas daratan lebih dari lima kali besarnya.  Sementara dari segi budaya, hampir setiap pelosok daerah Malang Raya juga menyimpan beragam potensi yang dapat dikembangkan sebagai wisata budaya seperti  living culture, peninggalan sejarah dan purbakala, kesenian (art perfomance), ritual, museum, teknologi tradisional dan sebagainya. Kesemuanya ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
 Oleh karena itu, menjadi kewajiban pemerintah untuk membuat grand design dalam pengembangan pariwisata bersama partisipasi masyarakat agar tidak merusak nilai-nilai budaya dan agama tadi. Hal ini akan lebih baik jika ada grand design pariwisata tingkat nasional dan tingkat lokal yang merupakan satu kesatuan, sehingga tidak terjadi duplikasi, tidak terjadi plagiat, tidak terjadi penyamaan. Justeru nilai budaya dan agama ikut mewarnai blue print pengembangan industri pariwisata di tiap-tiap kota atau daerah. Keunikan masing-masing daerah atau kota akan ditonjolkan, sehingga mengandung daya tarik dan otomatis menjadi nilai marketing tersendiri.
Di sinilah letak differentition dan positioning dari sebuah obyek wisata lokal. Last but not least, kita harus sadar bahwa kita jangan hanya dijadikan tontonan murahan. Kita hanya mendapatkan uang receh,lantaran sekedar menjadi pemain tontonan murahan. Kita hanya menjadi kuli dan pesuruh tamu-tamu agung para turis. Kita hanya menjadi penonton kemewahan dan keglamoran serta kefoya-foyaan para pelancong.Kita hanya menjadi bahan tertawaan oleh para turis, lantaran mereka geli melihat kita yang dianggap terlalu ketinggalan dan masih dekat budaya primitif. Sebagian anak-anak bangsa kita menjadi pelayan, bahkan menjadi pelayan yang negatif, naudzu billah untuk pelayan yang ini jangan sampai semakin banyak.
Pariwisata dan ancaman degradasi lingkungan
Jadi dengan mengoptimalkan pemanfaatan potensi pariwisatanya saja, jalan untuk menuju kemakmuran bangsa sebenarnya sangat terbuka luas. Tentunya dengan syarat lingkungan sebagai aset pariwisata itu sendiri tetap terjaga kelestariannya sepanjang masa.  Namun, berbagai fakta menunjukkan pengembangan sektor pariwisata kita cenderung mengabaikan aspek ini. Disadari atau tidak, kini banyak sumberdaya pariwisata kita mengalami degradasi akibat eksploitasi sumberdaya alam yang tidak bertanggung jawab maupun sebagai ekses dari berkembangnya aktivitas pariwisata itu sendiri.
Faktor daya dukung (carrying capacity) inilah yang harus menjadi ukuran baku dalam menentukan jumlah pengunjung, jenis kegiatan dan waktu kunjungan serta pembangunan fasilitas wisata.  Pengertian daya dukung dalam konteks ini adalah level kehadiran pengunjung yang membawa dampak terhadap masyarakat lokal, lingkungan, dan ekonomi yang masih dapat ditoleransi oleh pengunjung dan masyarakat dan menjamin kelestarian untuk periode yang akan datang.
Bertolak dari pertimbangan daya dukung ini,  ada beberapa strategi yang dapat dijadikan dasar pengelolaan industri pariwisata berwawasan lingkungan, yaitu:  Pertama, Adanya zonasi pemanfaatan kawasan wisata Malang Raya yaitu untuk kawasan-kawasan dengan kondisi masih baik maka diperlakukan pemanfaatan secara terbatas dengan pengawasan ketat;  Kedua, Giliran pemanfaatan, yaitu pemanfatan yang bersifat tidak terus-menerus sehingga suatu kawasan wisata mempunyai waktu untuk "recovery";  Ketiga, Kontrol tarif, yaitu diberlakukan tarif yang tinggi terhadap wisatawan yang akan mengunjungi kawasan-kawasan yang masih dalam kondisi baik, terutama ditujukan kepada kelompok-kelompok wisatawan mancanagara;
Kemudian strategi Keempat, Pengembangan pariwisata Malang Raya diarahkan pada penerapan pengembangan pola kawasan, yaitu adanya suatu daerah tertentu yang diperuntukan bagi kegiatan pariwisata, sekaligus dengan pola/sistem pengelolaannya sehingga dapat lebih mengefektifkan pengendaliannya;  Kelima, untuk daerah-daerah Malang Raya yang mempunyai nilai ekosistem tinggi serta sedikit penduduknya sebaiknya ditetapkan sebagai tujuan wisata khusus, dimana wisatawan berani membayar mahal dengan pembangunan sarana dan prasarana yang terbatas dan apa adanya di lingkungan alam. Keunikan ekosistem di suatu kawasan itulah yang harus menjadi landasan pengembangan pariwisata setempat.
Fungsi pelayanan publik pemerintah di bidang pariwisata adalah melaksanakan UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, dimana pemerintah Jawa Timur dan pemerintah daerah Malang Raya saling bekerjasama melayani masyarakat khususnya masyarakat, pelaku dan praktisi pariwisata di Jawa Timur. Pemprov Jatim dan Pemda Malang Raya menyusun standar pelayanan publik di bidang pariwisata, menyusun citizen’s charter bidang pariwisata, melakukan reformasi birokrasi pariwisata agar stakeholder dan kunjungan wisata semakin hadir ke Visit Malang-Batu 2012. Apalagi kalau pemerintah dapat melibatkan peran aktif masyarakat guna membentuk kelompok sadar wisata di tempat objek wisata sehingga pengelolaan dan pengembangan pariwisata dapat berjalan lebih profesional.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Jawa Timur serta Pemda Malang Raya mendorong penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing di bidang kepariwisataan sesuai dengan rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional, provinsi Jatim dan kabupaten/kota Malang Raya. Pemerintah bersama lembaga yang terkait dengankepariwisataan menyelenggarakan penelitian dan pengembangan kepariwisataan untuk mendukung pembangunan kepariwisataan. Dengan demikian, pemerintah pusat, Pemda Jatim, Pemda Malang Raya yang harus memiliki tempat, ruang, dan waktu. Kita yang harus menjadi bos, yang berarti tetap mempunyai kemampuan untuk mengatur. Kita jangan sampai menggadaikan negara dan bangsa penuh dengan budaya dan agama, kepada orang lain.
 Oleh karena itu, kita harus juga mampu menjadi pelaku industri itu sendiri. Penyerahan investasi kepada orang lain harus tidak secara total dan seluruhnya sehingga kita hanya menjadi penonton bawahan. Kita harus juga mempunyai grand design untuk pariwisata, sehingga pengembangannya tidak liar sampai pada penghancuran nilai-nilai budaya dan agama. Kita juga harus mempunyai kreativitas untuk mengembangkan jenis-jenis obyek wisata, sampai menjadikan Kota dan Kabupaten Malang Raya sebagai kota konferensi atau seminar dari tingkat nasional sampai dengan tingkat internasional. Sekaligus kita mendidik anak bangsa kita untuk kritis dan inovatif dimana menghadapi perkembangan pariwisata menjadi pembelajaran kemandirian dalam menatap globalisasi. Kalau demikian halnya pariwisata tidak harus selalu berkonotasi negatif dari segi nilai-nilai budaya dan agama. Justeru sebaliknya, budaya dan agama dapat memacu untuk mengembangkan pariwisata dalam rangka menghadapi globalisasi. Ini tantangan kita. Mari sukseskan Visit Malang-Batu 2012. Amin.
                                                                                                      Malang, 19 Mei 2010