Kamis, 29 Mei 2014

UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Wajib Dipahami


Oleh : Satriya Nugraha, SP
Alumni Universitas Brawijaya, Konsultan Business Plan Tebu, Ketela Pohon
Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas
satriya1998@yahoo.com ; satriya1998@gmail.com

Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap WNI berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, khususnya di bidang Pertanian. Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan Petani.

Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian, Petani mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar.

Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, umumnya berusaha dengan skala kecil, yaitu rata-rata luas Usaha Tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan sebagian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan Usaha Tani atau disebut Petani penggarap, bahkan juga buruh tani. umumnya Petani mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan Usaha Tani, dan akses pasar. Selain itu, Petani dihadapkan pada kecenderungan terjadinya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada Petani.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus memberdayakan Petani. Upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, sistemik, dan holistik, sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi Petani dan Pelaku Usaha di bidang Pertanian. Undang-Undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum mengatur upaya Perlindungan dan Pemberdayaan secara jelas, tegas, dan lengkap.

Berkenaan dengan latar belakang tersebut di atas, agar upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani mencapai sasaran yang maksimal maka Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Ditetapkan oleh Presiden RI tanggal 6 Agustus 2013, jelang HUT Kemerdekaan RI. Dalam UU ini mengatur Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang meliputi perencanaan, Perlindungan Petani, Pemberdayaan Petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat, yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, dan berkelanjutan.

Implementasi UU Nomor 19/2013 berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi; penetapan tarif bea masuk Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.

Selain itu, juga dilakukan penetapan kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; fasilitasi Asuransi Pertanian untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang ditetapkan oleh Menteri; serta dapat memberikan bantuan ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Selain kebijakan Perlindungan Petani, upaya Pemberdayaan memiliki peran penting untuk mencapai kesejahteraan Petani yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir Petani, meningkatkan Usaha Tani, serta menumbuhkan dan menguatkan Kelembagaan Petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi dalam ber-Usaha Tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi Petani lebih berdaya, yaitu, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian;

Kemudian pemberdayaan petani berupa kegiatan pengutamaan hasil Pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan jaminan luasan lahan Pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani. Sasaran Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah Petani, terutama kepada Petani penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan Usaha Tani); Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; melindungi Petani dari kegagalan panen dan risiko harga; menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani; menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani; meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan; serta memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya Usaha Tani.

UU ini juga mengatur pembentukan kelembagaan petani yang berupa Dewan Komoditas Pertanian yang bersifat nirlaba, dan merupakan gabungan dari berbagai asosiasi komoditas pertanian. Dewan Komoditas Nasional berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan petani dan menyelesaikan permasalahan dalam berusaha tani. Merupakan mitra pemerintah dalam perumusan strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani. Demikianlah beberapa hal penting yang diatur dalam UU perlindungan dan pemberdayaan petani. Kami berharap keberadaan UU ini bisa diimplementasikan, segera keluar Peraturan Pemerintah yang terkait UU ini. Juga Pemda khususnya Pemprov Jawa Timur dapat mengusulkan Raperda Provinsi Jatim tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Jatim, dengan rujukan UU perlindungan dan pemberdayaan petani.

Evaluasi Kepemimpinan dan Kinerja Peni Suparto (Bagian-2 Habis)


Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Penulis Buku “Pelayanan Publik Prima : Sebuah Mimpi”
Pemerhati Pelayanan Publik Prima
Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas
Konsultan Business Plan Ketela Pohon, Tebu, Gaharu

Permasalahan-permasalahan lain selama Kepemimpinan Peni Suparto antara lain, semakin berkurangnya lahan pertanian di Kota Malang, meningkatnya harga daging sapi dan ternak lainnya. Masalah banyaknya orang miskin yang terlibat kasus pidana, tidak memiliki dana untuk menyelesaikan kasus tersebut, masalah kinerja aparatur pegawai negeri sipil yang kurang melayani masyarakat, masalah perbaikan gizi. Masalah kekerasan dalam rumah tangga dan/atau setiap kasus perceraian, masalah perluasan kesempatan kerja di Kota Malang, masalah lambannya pembangunan jembatan kedungkandang. Berkurangnya lahan pertanian, Pemkot Malang sebaiknya mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memenuhi kriteria: a.) berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi; b.) memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk peruntukan pertanian pangan; c.) didukung infrastruktur dasar; dan/atau d.) telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan. Kriteria lahan yang berada pada kesatuan hamparan lahan ditentukan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosbud masyarakat.

Masalah meningkatnya harga daging sapi, kambing dan lainnya, Pemkot Malang sebaiknya memahami Perda Jatim Nomor 3 Tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau produktif. Pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif dimaksudkan untuk memperkuat fondasi budidaya ternak melalui ketersediaan bibit ternak yang berkualitas secara mandiri, berkelanjutan dan pengembangan sumberdaya lokal. Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif bertujuan mempertahankan ketersediaan bibit dan mempertahankan Provinsi Jatim sebagai gudang ternak nasional serta memantapkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Ada juga PP Nomor 6 tahun 2013 tentang pemberdayaan peternak yang perlu dipahami Dinas Pertanian Kota Malang. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pemberian kemudahan kepada peternak meliputi: a.) pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, IPTEK, serta informasi; b.) pelayanan Peternakan, pelayanan Kesehatan Hewan, dan bantuan teknik; c.) penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi; d.) pembinaan kemitraan dalam meningkatkan sinergi antar pelaku usaha; e.) penciptaan iklim usaha kondusif dan/atau peningkatan kewirausahaan; f.) pengutamaan pemanfaatan sumber daya Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam negeri; g.) pemfasilitasan terbentuknya kawasan pengembangan Usaha Peternakan; h.) pemfasilitasan pelaksanaan promosi dan pemasaran; dan/atau i.) perlindungan harga dan Produk Hewan dari luar negeri.

Masalah banyaknya orang miskin yang terlibat kasus pidana, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan Perda Jatim Nomor 9 tahun 2012 tentang Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin. Penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan untuk : a.) mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum. b.) menjamin pemenuhan hak penerima bantuan hukum untuk memperoleh keadilan; c.) menjamin bantuan hukum dapat dimanfaatkan secara merata oleh seluruh masyarakat; dan d.) terpenuhinya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pembiayaan bantuan hukum yang diperlukan untuk penyelenggaraan bantuan hukum dibebankan kepada APBD Jatim sesuai dengan kemampuan keuangan Pemprov Jatim dan tersedianya dana dalam APBD.

Masalah kinerja aparatur pegawai negeri sipil yang kurang melayani masyarakat, Pemkot Malang dan DPRD Malang sebaiknya segera mengesahkan Raperda Kota Malang tentang Pelayanan Publik. Raperda tidak disahkan sejak sekitar tahun 2006. Hal ini memperlambat payung hukum melayani masyarakat. Padahal sudah disahkan PP Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Materi muatan PP ini mencakup ruang lingkup penyelenggara, sistem pelayanan terpadu, pedoman penyusunan Standar Pelayanan, proporsi akses dan kategori kelompok Masyarakat dalam Pelayanan Berjenjang, dan pengikutsertaan Masyarakat dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Juga Gubernur Jatim sudah menetapkan Perda Jatim Nomor 11 tahun tentang pelayanan publik. Peni Suparto memang tidak perduli melayani masyarakat dan orang kecil.

Masalah perbaikan gizi, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan aturan Perda Jatim Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi. Salah satu pasalnya menyebutkan perbaikan gizi dimaksudkan untuk meningkatkan statusgizi, pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi. Perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat melalui: a.) perbaikan pola konsumsi makanan; b.) perbaikan perilaku sadar gizi ; c.) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan d.) peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga dan/atau setiap kasus perceraian, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan Perda Jatim Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Tujuan penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap korban kekerasan yang berbasis gender dan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak yang terjadi di rumah dan/atau tempat publik. Kekerasan tersebut dapat berupa: a.) kekerasan fisik; b.) kekerasan psikis; c.) kekerasan seksual; d.) penelantaran ekonomi; dan e.) pembatasan ruang gerak.

Masalah perluasan kesempatan kerja, bantuan pelatihan pemuda, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan PP Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja. Perluasan kesempatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan lapangan pekerjaan yang tersedia. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perluasan kesempatan kerja di setiap sektor sesuai dengan kewenangannya. Kebijakan perluasan kesempatan kerja meliputi: a.) kebijakan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja; dan b.) kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja.

Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemda, BUMN, BUMD, swasta, dan kelembagaan masyarakat. Dilakukan dalam bentuk program kewirausahaan. Dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, pendayagunaan tenaga kerja sukarela, dan/atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pembebasan lahan milik 52 orang warga yang terkena proyek pembangunan Jembatan Kedungkandang di Kota Malang menghabiskan dana sekitar Rp11 miliar. Kepala Dinas Perumahan Kota Malang Wahyu Setianto, Senin mengatakan, tim appraisal sudah menyelesaikan survei dan pekan depan warga yang lahannya terkena proyek tersebut akan dipanggil untuk membicarakan soal harga.

“Harga yang kami tawarkan ini sesuai dengan hasil survei dari tim appraisal dan NJOP sebesar Rp.350 ribu/m2. “Kami akan mengganti tanah dan bangunan serta nilai premiumnya, yakni nilai ganti rugi atas usaha dan biaya transportasi untuk pindah ke lokasi baru,” katanya menambahkan. Nominal ganti untung itu nanti bervariasi, tergantung luas lahan yang terkena proyek. Bagi warga yang tanahnya bersertifikat SHM akan mendapatkan ganti rugi mulai sebesar Rp.100 juta hingga Rp1,1 miliar. Dan, mereka yang memiliki usaha (berdagang), namun di atas tanah yang tidak bersertifikat, akan diberikan nilai premium. “Jika warga sepakat dengan yang kami tawarkan, maka pekan ini atau paling lambat pekan depan, uang ganti untung itu akan kami berikan secara tunai,” tegasnya. Dengan adanya pembayaran ganti untung itu, lanjutnya, kontraktor pemenang tender atas proyek senilai Rp. 79 miliar itu bisa segera melaksanakan pembangunan. Menyinggung anggaran yang membengkak cukup besar itu Wahyu mengatakan, pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan Wali Kota Malang Peni Suparto dan harus disiasati.

Evaluasi Kepemimpinan dan Kinerja Peni Suparto (Bagian-1)


Oleh : Satriya Nugraha, SP satriya1998@gmail.com Penulis Buku “Pelayanan Publik Prima : Sebuah Mimpi” Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas Konsultan Business Plan Ketela Pohon, Tebu, Gaharu

Peni Suparto menjadi Walikota Malang selama dua periode. Dia suka tokoh dan karakter Ken Arok. Hal ini mencerminkan bahwa sosok dia layaknya polah tingkah Ken Arok di masa lampau. Di masa kepemimpinan dia, beragam permasalahan muncul. Namun, anehnya, kenapa sebagian besar Pimpinan dan Anggota DPRD Malang periode 2004-2009 dan periode 2009-2014 kebanyakan diam, bahkan jarang mengkritisi kebijakan Peni Suparto. Entah kenapa, mereka sebagai wakil rakyat tidak membela rakyat Malang sendiri. Masyarakat berhak tidak mentaati sosok pemimpin yang dhalim, kurang peduli orang kecil.

Misalnya Peni Suparto sewenang-wenang merenovasi keberadaan pasar tradisional Dinoyo dan pasar tradisional Blimbing tanpa mengajak dialogis dua arah para pedagang pasar tersebut. Akhirnya Komisi Pelayanan Publik Jatim, Gubernur Jatim, Komnas HAM RI dan Ombudsman RI turun tangan menangani permasalahan pasar Dinoyo. Hal ini untuk memediasi dan mengajak dialogis antara pedagang pasar tradisional Dinoyo bersama pihak Walikota Malang. Saya sedikit membantu advokasi pedagang Pasar Dinoyo agar mereka mendapatkan posisi tawar berimbang waktu ketemuan Peni Suparto. Cukup ironis sekali.

Masalah maraknya pembangunan Rumah Toko, yang merubah iklim Kota Malang menjadi panas dan menimbulkan efek rumah kaca. Apakah sudah dipikirkan bagaimana menurunkan tingkat pengangguran warga Kota Malang? Bagaimana pendapatan per kapita penduduk Kota Malang? Bagaimana Tingkat daya beli masyarakat ?. Kalau semua hal tersebut sudah terukur dengan jelas, tidak masalah dibangunnya Rumah Toko Malang. Semisal pembangunan Ruko menggunakan dana kredit dari perbankan, kemudian tidak banyak Ruko terjual maka akan terjadi kemacetan pelunasan kredit perbankan tersebut. Hal ini akan berakibat inflasi meningkat di Kota Malang nantinya.

Masalah kemacetan kendaraan bermotor dimana bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, tidak diimbangi panjang dan lebar ruas jalan di sepanjang Kota Malang. Pihak dealer sepeda motor dan mobil perlu mengeluarkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk mengurangi polusi udara, polusi suara di Kota Malang, perlu melakukan upaya pengaspalan jalan akibat semakin bertambahnya jumlah kendaraaan bermotor. Hal ini sudah diatur dalam Perda Jatim Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Masih sering terjadi banjir seperti di seputaran Jalan Ciliwung, Jalan Raya Dieng, Jalan Raya Galunggung, Jalan Raya kawasan Pulosari dan sebagainya. Pihak Pemkot Malang perlu mendesain ulang blue print gorong-gorong buatan Belanda di masa lampau. Apa sudah dilakukan normalisasi sungai dan pengerukan sungai di sepanjang Kota Malang? Apa Walikota Malang tidak pernah mengajak para akademisi kampus PTN/PTS di Kota Malang untuk mengatasi banjir?. Rakyat diharuskan bersabar terus-menerus, tidak berdaya tiap hari. Bagaimana kinerja DPPUB Kota Malang mengatasi hal ini secepatnya?

Rusaknya jalan-jalan kelas II dan kelas III di Kota Malang. Banyaknya trotoar yang tidak diperbaiki sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Perlu diketahui, jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. Ke mana realisasi APBD Kota Malang selama ini? Masyarakat tidak bisa mengakses informasi peruntukan dana untuk pembangunan Kota Malang yang berasal dari APBD Kota Malang.

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas. Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak tersebut, maka penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga menyebutkan bahwa Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/ atau kerusakan Kendaraan dan / atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Apakah Mantan Walikota Malang Peni Suparto dan dinas terkait memikirkan segera perbaikan jalan sebelum jatuh korban kecelakaan lalu lintas?

Selain itu, khusus trotoar, menurut UU Nomor 22 tahun 2009 menyebutkan bahwa Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan. Kenapa masih banyak trotoar yang rusak? Masih banyak trotoar dipakai pedagang kaki lima berjualan? Dan sebagainya. Pemkot Malang perlu memperhatikan hal ini, untuk menarik minat wisatawan mancanegara yang suka berjalan kali sepanjang trotoar.

Masalah pengangguran pemuda. Banyak keluhan pemuda yang menginginkan program kewirausahaan, hanya saja Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Malang kurang sosialisasi program-program tersebut. Bahkan saya mengusulkan Raperda Kota Malang tentang Pemberdayaan Pemuda Malang kepada salah satu Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi Demokrat dan Fraksi PAN Malang, tidak mendapatkan respon positif. Hal ini cukup ironis khan. Padahal program Kewirausahaan diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan. Selamat atas Pelantikan H. Moch. Anton dan Drs. Sutiaji, slogan peduli wong cilik, semoga bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang belum diselesaikan Peni Suparto.