Jumat, 25 Februari 2011

Hati-Hati Memilih Lembaga Pembiayaan Kredit

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002
Penulis Buku ”Mewujudkan Pelayanan Publik Prima : Bukan Mimpi”

Saat ini, semakin tumbuh lembaga pembiayaan kredit di Propinsi Jawa Timur. Mereka menggunakan berbagai macam media promosi untuk menarik minat konsumen yang ingin membeli barang dengan sistem kredit. Lembaga ini bekerjasama dengan pihak dealer sepeda motor, dealer mobil baik baru maupun bekas, pihak penyedia kebutuhan teknologi, kebutuhan tersier masyarakat dimana pihak dealer / pihak penyedia kebutuhan rumah tangga memberikan promosi down payment murah tetapi angsuran kredit menjadi mahal nantinya, terkesan memberatkan konsumen nanti. Leasing ini bermunculan semakin banyak seiring dengan sikap konsumtif masyarakat yang terpengaruh iklan kebutuhan peralatan rumah tangga, sepeda motor dan mobil di media massa.
Lembaga ini ada yang mengelola sistem penagihan kredit dengan transparan, simpatik dan santun (tidak mengelabuhi konsumen), ada juga yang mengelola sistem penagihan kredit tanpa pemberitahuan, langsung memberikan denda kepada konsumen, ada juga yang kejam, langsung meminta jasa debt collector yang dengan cara merampas paksa sepeda motor konsumen langsung di jalan. Padahal hal ini melanggar UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Komisi Pengawas Persaingan Usaha RI perlu mencermati hal ini sebagai bahan kajian dan regulasi di masa mendatang.
Harian Surya, (14/02/2011) ada berita sita motor paksa, 3 debt collector dikeroyok warga. Kekesalan warga terhadap sikap kasar para debt collector yang seringkali seenaknya merampas motor di tengah jalan, akhirnya berimbas buruk kepada ketiga pria yang mengaku suruhan sebuah perusahaan leasing ini. Ketiga pria itu babak belur setelah dihajar sekelompok orang di Jl. Panji, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang. Kekerasan ini tidak sepantasnya dilakukan oleh perusahaan leasing yang profesional dan maju sistemnya. Para debt collector itu tidak memiliki surat kuasa merampas motor di tengah jalan. Hal ini ternyata sudah berjalan bertahun-tahun dijalankan oleh perusahaan leasing yang mengejar target setoran dan mencari keuntungan saja.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian masyarakat jika ingin menggunakan jasa lembaga pembiayaan kredit (leasing), sebagai berikut : Pertama, calon konsumen harus jeli dan mencermati pasal per pasal perjanjian sebelum melakukan kredit tersebut. Terkadang calon konsumen dirayu oleh oknum sales motor untuk tidak membacanya dan terkesan terburu-buru. Kedua, calon konsumen pembiayaan kredit bisa menyerahkan kuasa kepada Lembaga Perlindungan Konsumen. Konsumen yang butah hukum bisa meminta bantuan Lembaga Perlindungan Konsumen yang sudah diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tindakan kekerasan tidak berlaku lagi setelah era reformasi.
Hal ini untuk mencegah perampasan sepeda motor di tengah jalan, mengingat sebagian besar konsumen lembaga pembiayaan kredit tidak memahami sepenuhnya hukum perlindungan konsumen. Perusahaan leasing tidak berhak merampas apabila sejak awal, perjanjian calon konsumen dan perusahaan leasing belum dinotariskan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan UU 8/1999. Konsumen juga manusia yang memiliki hak asasi manusia, memiliki hati nurani dan harga diri. Perusahaan leasing tidak boleh semena-mena terhadap konsumennya.
Ketiga, oknum debt collector yang menjadi suruhan perusahaan leasing tidak berhak merampas sepeda motor di rumah maupun di tengah jalan apabila tidak ada surat kuasa dan hal tersebut bisa dianggap sebagai kriminal sehingga bisa dipidanakan. Pihak perusahaan leasing sebaiknya melakukan pembicaraan baik-baik dengan pihak konsumennya, kenapa terlambat membayar. Sebagian konsumen akhirnya merasa ditipu oleh perusahaan leasing karena tidak terbuka dalam menjelaskan perjanjian pasal per pasal sewaktu proses perjanjian akan ditandatangani oleh konsumen.
Dengan demikian, masyarakat perlu berhati-hati dalam memilih lembaga pembiayaan kredit baik sepeda motor maupun mobil, khususnya membaca dengan teliti isi surat perjanjian sejak awal, menanyakan bagaimana sistem penagihan apabila terlambat membayar kredit, apa menggunakan debt collector ?, apa melalui sistem kekeluargaan?. Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Pendapatan Daerah dan Dinas terkait perlu melakukan regulasi, pengawasan dan pembinaan terhadap leasing secara berkala, sehingga tidak menimbulkan kerugian immateriil dan psikologis bagi konsumen leasing yang terlambat melakukan pembayaran baik disengaja maupun tidak disengaja.
Masyarakat berhak memahami dan merasa nyaman dalam hal melakukan kredit yang menggunakan jasa lembaga pembiayaan kredit di masa depan. Karena masyarakat bisa jadi terlambat membayar karena ada kebutuhan mendesak pendidikan, kebutuhan kesehatan di rumah sakit, kebutuhan lainnya. Tidak merasa was-was dan kalah terus dengan leasing. Ini bukan konsep win-win solution dalam berbisnis. Marilah leasing dengan terbuka memberikan hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban leasing dengan penuh keterbukaan dan kekeluargaan sehingga tidak semakin menjerat konsumen dengan sistem penagihan yang menimbulkan perasaan tidak nyaman. Amin.
Malang, 14 Februari 2011

Pelayanan Publik Berbasis ICT dan Berkelas Dunia

Oleh : Satriya Nugraha, SP
Pemerhati dan Penulis Buku “Mewujudkan Pelayanan Prima
Berkelas Dunia : Bukan Mimpi”
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa tujuan didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Hal ini tercantum dalam UU 25/2009 tentang pelayanan publik.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Terkait kemajuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi (information and communication technology) maka pelayanan publik di setiap pemda kab/kota di Jawa Timur sudah seharusnya mengarah kepada pelayanan publik berbasis ICT menuju pelayanan publik berkelas dunia. Penulis sudah beberapa kali melakukan reportase dan diskusi intensif dengan Kabid dan Kasie Dinas Kominfo Kota Malang, pernah menghadiri Seminar Telecentre dan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Dinas Kominfo Jatim, penulis mengamati prosedur pelayanan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) Kota Malang.
Kemudian penulis mengamati masyarakat berbondong-bondong pengurusan akta kelahiran Dinas Kependudukan Kota Malang bulan Desember 2010, berdiskusi dengan Kabid Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Malang, diskusi dengan asesor sekolah SD/SMP/SMA Tingkat Jatim, berdiskusi dengan Kepala Dinas Kependudukan Kota Batu ternyata sebagian besar pelayanan di Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu masih menggunakan pola administrasi lama bukan pola New Public Management. Yang tertulis tidak dilakukan, yang dilakukan tidak tertuliskan dan tidak terdatakan.
Artinya setiap masyarakat yang berkepentingan dengan Dinas / SKPD tekait masih diharuskan mengurus dan fotokopi berkas-berkas persyaratan berkali-kali. Misalnya masyarakat ingin mengurus ijin HO, ijin IMB, ijin mendirikan CV, mengurus akte kelahiran, KTP, SIM harus fotokopi berkas-berkas persyaratan berkali-kali. Apa hal ini tidak semakin mempersulit, menambah waktu dan membingungkan masyarakat? Kita perlu melihat contoh pelayanan publik berbasis ICT di Korea Selatan, Uni Eropa. Saya mengetahui hal ini setelah melakukan reportase dan berdiskusi dengan seseorang yang menjadi mahasiswa S3 Teknologi Pembelajaran.
Beliau mengungkapkan bahwa waktu beliau sempat kuliah di Korea Selatan tahun 1989, untuk mengurus ijin perpanjangan visa, beliau mendatangi kantor perijinan dan tidak mengetahui sosok pelayan publik, beliau bertanya syarat-syaratnya apa, petugas setempat marah. Beliau disuruh membaca syarat-syarat tertempel di pengumuman. Satu kantor perijinan hanya berjumlah 4 orang melayani begitu banyak orang. Syarat lengkap langsung diserahkan dan diproses. Tidak perlu RT/RW, sistem sudah online. Kemudian beliau diminta mendatangi kantor perijinan hari jumat pagi.
Tetapi, beliau ada ujian kuliah, lupa mendatangi kantor perijinan jumat pagi kemudian ternyata pihak kepolisian mencari keberadaan beliau sabtu malam, untuk memberikan denda karena tidak mengambil berkas-berkas ijin perpanjangan paspor setelah seminggu. Hal inilah yang perlu menjadi bahan renungan kita bersama. Semua serba online. Koordinasi antar aparat luar biasa. Beliau dipanggil Pembantu Rektor III Universitas setempat dan dianggap kriminal.
Selain itu, Korea Selatan cukup maju dalam hal pelayanan berbasis ICT. Setiap warga negara Korea Selatan memiliki database lengkap terkait identitas nama, pekerjaan, alamat, tempat tanggal lahir dan sebagainya. Kemudian, apabila seorang warga negara tersebut bermaksud mengurus KTP, cukup menyebutkan nama lengkap, tempat tinggal dimana, diminta menunggu sebentar kira-kira beberapa menit, KTP langsung jadi. Tidak perlu membawa berkas-berkas RT/RW/Kelurahan.
Hal inilah perlu menjadikan renungan kita semua. Khususnya birokrasi pemerintahan / pegawai negeri sipil di Indonesia. Semoga PNS kita mampu mewujudkan pelayanan publik berbasis ICT dan berkelas dunia secepatnya. Sudah saatnya Peraturan Pemerintah 53/2010 tentang disiplin PNS, UU 11/2008 tentang ITE dan UU 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik sebaiknya dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dalam perwujudan hal tersebut, Bukan hanya menjadi mimpi masyarakat yang merindukan pelayanan berkelas dunia. Indonesia mampu perlahan-lahan mewujudkannya asalkan ada perubahan mental dan pola berpikir (mindset) para PNS se Indonesia menjadi abdi masyarakat yang baik dan benar. Amin.

Evaluasi Mutu Pelayanan Kepariwisataan Jatim

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002
Anggota Masyarakat Pariwisata Indonesia Jatim (MPI Jatim)

Sebagai salah satu tujuan daerah tujuan wisata di Indonesia, Provinsi Jawa Timur memiliki beragam potensi pariwisata selain karena letaknya yang strategis, memiliki aneka ragam obyek dan daya tarik wisata baik wisata alami, wisata budaya maupun wisata buatan manusia. Potensi yang luar biasa tersebut apabila dikelola dengan baik tentu akan mampu menjadi salah satu sumber perolehan PAD dan menjadi pengungkit andalan perekonomian Jawa Timur. Pariwisata diharapkan mampu menggerakkan roda kegiatan perekonomian, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka Biro Administrasi Kemasyarakatan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur, mengadakan Rapat Evaluasi Mutu Pelayanan Kepariwisataan di Jawa Timur mulai 23 sampai 25 Februari 2011 di Hotel Inna Tretes Pasuruan. Rapat ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing destinasi pariwisata di Jawa Timur dalam menghadapi era globalisasi, untuk meningkatkan dan mengembangkan destinasi pariwisata di Jawa Timur yang berbasis keanekaragaman produk pariwisata yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dan untuk meningkatkan mutu pelayanan kepariwisataan di Jawa Timur dalam rangka mewujudkan Provinsi Jawa Timur sebagai salah satu daerah tujuan wisata unggulan.
Peserta kegiatan ini 38 Kabupaten / Kota Se Jawa Timur yaitu dari unsur Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), pengelola wisata alami maupun buatan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, akademisi pariwisata, Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI Jatim), Himpunan Pramuwisata Indonesia dan sebagainya. Metode yang digunakan adalah penyajian materi, session tanya jawab dan dilanjutkan dengan diskusi kelompok : a. Membahas mutu pelayanan birokrasi, b. Membahas mutu pelayanan produk kepariwisataan dan c. Membahas mutu promosi kepariwisataan.
Adapun narasumber Rapat ini yaitu Handoyo (Disbudpar Provinsi Jawa Timur) mengemukakan bahwa kinerja pengembangan kebudayaan dapat dilihat melalui indikator prestasi, diantaranya : Kategori 10 Besar dalam acara Penghargaan Nasional Desa Wisata Tahun 2010 tanggal 16 Juli 2010 bertempat di Area Jam Gadang Bukit Tinggi Sumatera Barat. Kedua, Penghargaan Thropy Bergilir ”IBU TIEN SOEHARTO: dalam Parade Tari Nusantara di TMII Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2010 dalam bentuk pengiriman tim kesenian yang dibawakan oleh sanggar seni ”Gitomaron” dengan membawakan tarian ”Kembang Pregon”. Kemudian Juara I dalam kriteria penataan stand terbaik pada Nusa Dua Fiesta 2010 pada tanggal 15-19 Oktober 2010. Juara I Helaran Tingkat Nasional Kemilau Nusantara tanggal 22-24 Oktober 2010 dalam bentuk kegiatan kolaborasi lagu daerah dan gerak tari dengan tema ”Dewi Songgol Langit Panemboyo”. dan masih banyak lagi.
Sedangkan Dwi Cahyono, SE (Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah Jatim) mengemukakan bahwa meningkatkan pelayanan pariwisata bisa menggunakan web dan harus web. internet tidak semata-mata hanya merupakan temuan teknologi belaka, tetapi juga merupakan guide yang membantu calon wisatawan menemukan berbagai informasi (termasuk informasi pariwisata) yang diinginkannya, sehingga membuat hidup jauh lebih mudah. Wisatawan baik nusantara maupun luar negeri tidak sabar menunggu informasi yang biasanya diberikan melalui biro jasa perjalanan atau pun organisasi lainnya.
Hari Setiyono (BPD PHRI Jawa Timur) menyatakan bahwa pariwisata jatim sebagai pengungkit perekonomian haruslah merencanakan strategi dan penawaran pariwisata, mengutamakan peningkatan standar mutu usaha hotel dan restoran. Kemudian memperbaiki pelayanan pramuwisata daerah, kesiapan produk pariwisata sehingga Rapat ini diharapkan memunculkan rekomendasi dan tindak lanjut reformasi birokrasi dan peningkatan mutu pelayanan kepariwisataan. Juga Pelaku pariwisata perlu memahami UU 28/2009 tentang Pajak Daerah, dimana salah satu pasalnya menyebutkan bahwa jenis pajak kabupaten / kota terdiri atas pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan dan pajak mineral bukan logam dan batuan.
Kemudian Hedy Wahidin Saleh (pakar kepariwisataan) mengemukakan bahwa saat ini, pariwisata tanpa batas, tidak dibatasi wilayah, tidak ada batasan waktu, tidak mengenal batas budaya, tidak ada batas varietas produk dan tidak ada batas habis dikonsumsi. Posisi daya tarik wisata (DTW) Jatim skala nasional – internasional sebagai potensi wisata alam, budaya, special interest, pintu masuk utama, pusat distribusi wisatawan, pusat fasilitas pelayanan wisata, pusat aksesibilitas wisata, dan perlu adanya kesiapan infrastruktur. Kondisi inilah yang sebaiknya dapat ditangkap sebagai peluang bagi upaya reformasi pelayanan kepariwisataan Jawa Timur ke depan, sehingga konsep pendekatan pengembangan pariwisata yang semula lebih product oriented harus diubah menjadi market oriented. Semoga pelayanan kepariwisataan Jawa Timur berkelas dunia dari tahun ke tahun. Amin.
Malang, 26 Februari 2011

Sudah Saatnya Reformasi PSSI

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002

Olahraga merupakan bagian dari proses dan pencapaian tujuan pembangunan nasional sehingga keberadaan dan peranan olahraga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara harus ditempatkan pada kedudukan yang jelas dalam sistem hukum nasional. Prinsip transparansi dan akuntabilitas diarahkan untuk mendorong ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi semua pihak untuk berperan serta dalam kegiatan keolahragaan, memungkinkan semua pihak untuk melaksanakan kewajibannya secara optimal dan kepastian untuk memperoleh haknya, serta memungkinkan berjalannya mekanisme kontrol untuk menghindari kekurangan dan penyimpangan sehingga tujuan dan sasaran keolahragaan nasional dapat tercapai.
Dasar filosofi keolahragaan di atas tidak sepenuhnya dianut dan dihayati oleh Ketum dan Pengurus Pusat PSSI periode sekarang. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) akan melaksanakan Kongres Nasional Pemilihan Ketua Umum PSSI periode 2011-2016. Namun, sepanjang proses tersebut, hampir di semua daerah terjadi demo penolakan Ketum PSSI, Nurdin Halid mencalonkan lagi. Hal ini diperkuat dari Keputusan Komite Pemilihan Calon Ketum PSSI yang menolak Arifin Panigoro (penasehat Liga Premier Indonesia) dan George Toeisotta (KSAD) sebagai Calon Ketum PSSI dan menerima pencalonan Calon Ketum PSSI yaitu : Nirwan Bakrie (Wakil Ketua Umum PSSI periode sekarang) dan Nurdin Halid (Ketum PSSI sekarang).
Nurdin Halid sudah menjadi Ketum PSSI selama 2 (dua) periode sebelumnya. Nurdin Halid sebaiknya memberikan proses kaderisasi ketua umum secara transparan dan keterbukaan informasi publik. Karena keberadaan PSSI harus mematuhi UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional bukan PSSI malah mengeluarkan pernyataan di media massa, yang seolah-olah berjalan di hukum rimba dan menentang UU tersebut, PSSI memaksa Kementrian Pemuda dan Olahraga RI tidak boleh ikut campur urusan internal PSSI. Hal ini menjadi aneh sekali.
Berdasarkan UU 3/2005, pasal 21 yang menyatakan bahwa ”Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pembinaan dan pengembangan olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya”. PSSI bagian dari negara Indonesia sehingga sudah seharusnya menjalankan UU 3/2005 tanpa ada alasan pembantahan. Kemudian terkait pendanaan Liga Super Indonesia (LSI) harus dalam koridor pasal 71 UU 3/2005 yang menyebutkan bahwa ”Pengelolaan dana keolahragaan dilakukan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik “.
Karena LSI mendapatkan dana dari masyarakat yang membeli tiket masuk menonton pertandingan LSI.Masyarakat berhak melakukan pengawasan terhadap PSSI dalam hal penyelenggaraan LSI dari tahun ke tahun, sesuai UU 3/2005 Bab XX Pengawasan pasal 87 yang menyebutkan bahwa ”Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat melakukan pengawasan atas penyelenggaraan keolahragaan”. Dengan demikian wajar apabila masyarakat suporter sepakbola seluruh indonesia melakukan aksi demo menuntut transparansi, akuntabilitas dan keterbukaan informasi publik penyelenggaraan PSSI mulai dari pemilihan ketua sampai pelaksanaan program PSSI. Hal ini juga diatur dalam UU 14/2008 tentang keterbukaan informasi publik.
Apabila tuntutan reformasi PSSI dalam hal transparansi dan keterbukaan informasi publik, maka saudara Nurdin Halid sebaiknya sukarela mundur dalam pencalonan Ketum PSSI periode selanjutnya. UU 3/2005 pasal 88 ayat (1) menyebutkan bahwa ” Penyelesaian sengketa keolahragaan diupayakan melalui musyawarah dan mufakat yang dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga”. UU 3/2005 pasal 88 ayat (2) : ”Dalam hal musyawarah dan mufakat tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Artinya apabila Nurdin Halid tidak mau mundur dalam pencalonan Ketum PSSI secara musyawarah mufakat, kemudian Komite Pemilihan Calon Ketum PSSI tidak mau menerima Arifin Panigoro dan George Touisutta maka suporter seluruh Indonesia bisa mengajukan surat resmi pengaduan penolakan mundur Nurdin Halid sebagai Calon Ketum PSSI kepada Ombudsman RI, yang disertai identitas jelas dan bukti-bukti awal kronologis kejadian dengan jelas. Lembaga negara ini berfungsi sebagai lembaga pengawas eksternal pelayanan publik dan melakukan penyelesaian sengketa melalui arbitrase (di luar pengadilan). Mari kita selesaikan masalah kemelut PSSI dengan intelektual, bijak dan damai.
Malang, 26 Februari 2011

Jumlah Kendaraan Bermotor Harus Dibatasi

Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Mantan Presiden BEM FP UB 2000-2002
Penulis Buku ”Mewujudkan Pelayanan Publik Prima : Bukan Mimpi”

Saat ini, jumlah kendaraan bermotor seperti mobil dan sepeda motor semakin bertambah banyak. Hampir terjadi di kabupaten / kota, khususnya di Jawa Timur dan umumnya di Indonesia. Hal ini seiring dengan kemudahan lembaga pembiayaan kredit (leasing) melakukan promosi kredit angsuran kepada masyarakat. Masyarakat yang tergoda perilaku konsumtif dan berpenampilan menarik akhirnya berbondong-bondong mengajukan kredit sepeda motor dan/atau mobil baik baru maupun second. Hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun. Berdasarkan fakta tersebut ada beberapa hal yang menimbulkan dampak ekonomi bagi lainnya.
Dampak tersebut antara lain : menurunnya jumlah penumpang angkutan umum, jalanan semakin macet karena makin banyak jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi ruas jalan baru dan pelebaran jalan, menurunnya pendapatan tukang becak, menambah polusi kendaraan bermotor, meningkatnya jumlah subsidi BBM dan sebagainya. Fakta tersebut perlu dikaji mendalam oleh Bagian Ekonomi Pemda Kabupaten / Kota, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota, Dinas Lingkungan Kabupaten / Kota, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten / Kota di Jawa Timur agar ada solusi kebijakan publik sehingga tidak berlarut-larut permasalahan tersebut.
Masalah menurunnya jumlah angkutan penumpang angkutan umum, akan berdampak terhadap kesejahteraan dan pendapatan sopir angkutan umum. Menurunnya pendapatan tukang becak karena semua memiliki sepeda motor. Mereka akan kesulitan membiayai kebutuhan makan / minum sehari-hari, membiayai kebutuhan sekolah putra-putri mereka. Masalah jalanan semakin macet akan berdampak terhadap meningkatnya konsumsi BBM sepeda motor / mobil di jalanan di masa mendatang. Hal ini bisa menambah beban berat pemerintah pusat dalam alokasi kebutuhan subsidi BBM. Padahal sumber energi tidak terbarukan (bahan bakar minyak) semakin menipis di dunia ini.
Masalah meningkatnya polusi kendaraan bermotor yang seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, akan memperberat tanaman hijau dalam menyerap karbondioksida, akhirnya muncullah yang disebut efek rumah kaca, sehingga semakin menimbulkan global warming. Adanya global warming akan menimbulkan perubahan iklim tidak menentu apabila polusi berlangsung dari tahun ke tahun. Masalah peningkatan kebutuhan subsidi BBM akan menambah beban berat APBN sehingga pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM di SPBU apabila tidak memungkinkan dipertahankan.
Dengan demikian, Dinas terkait sebaiknya melakukan pembatasan jumlah kendaraan bermotor yang berada di jalanan. Bisa mengatur waktunya. Misalnya jumlah kendaraan mobil minimal berpenumpang tiga yang melintasi kawasan tertib lalu lintas, kendaraan bermobil boleh melintasi jalan mulai pukul 8 pagi sampai jam 15 sore di kawasan tertib lalu lintas. Pihak lembaga pembiayaan kredit (leasing) dan dealer motor serta dealer mobil sebaiknya mengeluarkan dana sebesar 2,5 % keuntungan mereka untuk dana corporate social responsbility.
Hal ini berdasarkan UU Nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan sebagai bentuk rasa tanggung jawab mereka terhadap lingkungan sekitar. Misalnya dana tersebut untuk kegiatan penghijauan pelestarian lingkungan, pengurangan pencemaran dan polusi udara, bantuan permodalan bagi masyarakat miskin, kemitraan bersama pemerintah membantu perbaikan dan pelebaran jalan. Saat ini, DPRD Jatim sedang membahasa Raperda Jatim tentang Pengelolaan Corporate Social Responsbility di Jawa Timur. Mari masyarakat ikut serta mengawal segera disahkan Raperda tersebut untuk kebaikan dan kesejahteraan bersama masyarakat Jawa Timur.
Bagian Ekonomi Pemda Kabupaten / Kota, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten / Kota sebaiknya pro aktif melakukan program bantuan modal, pengurangan kemiskinan bagi tukang becak dan sopir angkutan umum yang pendapatannya menurun akibat semakin banyak jumlah kendaraan bermotor. Dinas Perhubungan Kabupaten / Kota bisa mengusulkan peremajaan angkutan umum, pengadaan bis kota di daerah yang rawan kemacetan, untuk mengurangi kendaraan bermotor. Pihak Kepolisian Kabupaten / Kota perlu mengusulkan penempatan CCTV di jalan yang rawan kejahatan dan kemacetan, sehingga mempermudah kerja Polantas dalam mengatur lalu lintas setiap hari. Semoga solusi lain bisa dipikirkan antar pakar transportasi, dinas terkait bersama masyarakat, kepolisian, perusahaan dealer kendaraan bermotor, pihak leasing. Amin.
Malang, 16 Februari 2011