Sabtu, 19 Mei 2012

Hutan Mangrove Hilang, Wabah Tomcat Menyerang


Oleh : Satriya Nugraha, SP
Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI
Dari Provinsi Jawa Timur 2014-2019
Konsultan Ekowisata, Wirausaha Mesin Abon Ikan “BONIK”
Konsultan Evaluasi Lahan Pertanian
CV FIVASS GENERAL TRADING (Beras Merah Organik,Beras Hitam Organik)
satriya1998@gmail.com ; satriya1998@yahoo.com

Beberapa minggu ini, wabah Tomcat menghiasi berbagai pemberitaan media massa online, televisi, cetak. Tomcat sudah menyerang Kota Bekasi, Kabupaten Brebes, Kabupaten Lamongan, Kota Surabaya dan sekitarnya dan sebagainya. Tomcat menyerang 9 Kecamatan di Kota Surabaya yaitu Kecamatan Mulyorejo, Kecamatan Sukolilo, Sawahan, Jambangan, Rungkut, Bulak, Sukomanunggal dan Jambangan. Bahkan kejadian serangan Tomcat di Kota Surabaya sudah disebut kejadian luar biasa oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.

Berdasarkan Harian Surya Jatim, 20 Maret 2012, serangga Tomcat bisa disebut Kumbang Rove. Di beberapa daerah disebut juga sebagai Semut Semai, Semut Kayap atau Charlie dan masuk kategori famili Staphylinidae. Ciri- ciri panjang kurang dari satu centimeter, badan berwarna kuning gelap di bagian atas. Kepala dan bawah perut atau abdomen berwarna gelap, sedangkan tengah perut hijau tua. Memiliki sepasang sayap yang tersembunyi.

Perilaku Tomcat tidak menggigit atau menyengat tetapi mengeluarkan cairan otomatis bila bersentuhan dengan kulit manusia, baju, handuk dan benda-benda lainnya. Tomcat memiliki cairan yang diduga 12 kali lebih mematikan dari racun ular kobra sekalipun. Cairan toksin ini disebut aederin. Apabila Tomcat merasa terganggu, akan menaikkan bagian bawah perut / abdomen supaya terlihat seperti kalajengking untuk menakut-nakuti musuh. Menurut Bagas, staf Dinas Pertanian Kota Surabaya, Tomcat banyak keluar pada malam hari dan akan memburu cahaya. Dihimbau warga di kawasan yang terserang serangga Tomcat, tidak menyalakan lampu teras. Sprei dan pakaian tidak boleh dijemur di malam hari. Sprei dan pakaian yang ditempeli serangga ini harus segera dicuci.

Serangan Tomcat muncul disebabkan semakin hilangnya habitat Tomcat yaitu hutan mangrove di pesisir kota/kabupaten. Banyaknya reklamasi untuk pemukiman berakibat tumbuh berkembangnya Tomcat tidak terkendali dan menyerang pemukiman. Musuh alami Tomcat seperti wereng dan burung semakin berkurang. Tomcat sebenarnya hewan yang dimangsa oleh burung laut sehingga dapat menyeimbangkan siklus rantai makanan. Angin kencang yang melanda beberapa kota-kota besar dekat pesisir menyebabkan serangga Tomcat beterbangan menuju kawasan padat penduduk di tengah perkotaan. Hal ini yang sulit diantisipasi oleh pemerintah dan masyarakat.

Solusi yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Surabaya adalah membuat pestisida nabati. Pestisida nabati menggunakan formulasi daun mimba (Azadirachta indica juss) yang dicampur dengan daun serai dan jahe dengan perbandingan 1 : 1 : 1 lalu diblender. Setelah itu, dicampur dengan 10 liter air. Setelah didiamkan selama dua hari, air rendaman itu dipakai sebagai pestisida nabati. Penyemprotan dengan pestisida nabati digunakan cukup efektif membasmi Tomcat dan agar tidak meracuni warga di kawasan terserang serangga Tomcat.

Dengan demikian, mari kita melakukan penghijauan hutan mangrove kembali, bersama-sama masyarakat. Hutan Mangrove yang terdapat di sekitar muara sungai, tempat berlumpur, perangkap debris sampah, kaya nutrisi dan sebagai pencegah erosi serta pelindung pantai. Hutan mangrove memiliki kemampuan jasa sebagai habitat udang, kepiting, tempat beberapa mamalia, reptil, burung, produksi primer sangat tinggi. Potensi ancaman hutan mangrove yaitu tumpahnya minyak ke laut, pestisida dan pupuk kimiawi dari pertanian, pembabatan kayu mangrove, pembukaan tambak berlebihan dan sebagainya.

Rusaknya kawasan pesisir, akan menyebabkan kenaikan muka air laut akibatnya ribuan pulau akan lenyap di masa mendatang. Menurut Alex SW. Retraubun (Direktur Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil, Kementrian Kelautan & Perikanan), pulau bertipe daratan rendah merupakan yang paling terancam lenyap akibat kenaikan muka laut. Ketinggian daratan pulau bertipe ini hanya berkisar satu meter. Di Indonesia yang bertipe seperti Kepulaun Seribu sangat banyak seperti Kepulauan Sumenep, Kepulauan Aru, Kepulauan Selayar; diperkirakan sekitar 3000 pulau, bakal lenyap akibat kenaikan muka laut (Kompas: 01-05-2009).

Oleh karena itu, kita perlu melakukan pencegahan reklamasi lahan pantai yang tidak terkendali. Pemerintah Kota / Kabupaten yang memiliki pesisir pantai perlu koordinasi dengan Bappeda, Badan Pelayanan Perijinan Terpadu agar tidak mudah memberikan perijinan kepada pihak-pihak yang melakukan reklamasi pantai. Pemkab / Pemkot / Pemerintah Provinsi bersama-sama masyarakat, akademisi. perlu melakukan pengawasan ketat dan berkelanjutan terhadap rencana tata ruang dan tata wilayah (RT/RW) di masa mendatang.

Keberadaan ekosistem-ekosistem yang sehat dalam Perda RT/RW Kabupaten / Kota pasti akan menghasilkan jasa-jasa ekosistem. Indikasi ini sesungguhnya mengandung komponen-komponen jasa yang diperlukan untuk berpenghidupan manusia dan mahluk lainnya di wilayah pesisir. Sehingga jasa-jasa ekosistem itu dapat menjadi motor penggerak keberlanjutan kegiatan ekonomi masyarakat. Jasa-jasa ekosistem sehat yang dapat diperoleh masyarakat (dalam Millennium Ecosystem Assessment, 2005), meliputi: Keamanan dalam hal kenyamanan individu masyarakat karena makanan tercukupi; akses terpenuhi untuk memperoleh sumberdaya hayati laut; aman dari bencana karena lingkungan disekitarnya tidak rusak.

Kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi untuk berpenghidupan, misalnya mata pencaharian mudah karena ikan melimpah; makanan bergizi terpenuhi; pemukiman sehat; akses mudah untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan; Kondisi kesehatan masyarakat baik, kuat, sehat, mudah mendapatkan air dan udara bersih; dan Hubungan sosial baik, saling menghormati dan mempunyai kemampuan saling membantu satu dengan lainnya. Indikator kunci pengelolaan pendekatan ekosistem adalah membangun keberlanjutan keseimbangan ekologis dan sosio-ekonomi.

Pendekatan ini menjadi prinsip dasar pemandu dalam strategi perencanaan untuk wilayah Pesisir dan PPK. Pemangku kepentingan terlibat secara kolaboratif dalam perencanaan, sehingga bagi mereka akan bermanfaat dan dapat mengerti dan memprediksi adaptasi pengelolaan ke depan.Pengelolaan pendekatan ekosistem di pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dinyatakan sebagai suatu simbiosis pandangan yang respek kepada sistem alam, yang mengintegrasikan pandangan ekonom, insinyur, dan ekolog.

Bahwa sesungguhnya para ekolog membutuhkan ekonom/enjinir, tidak lain bermaksud bersama-sama untuk melindungi fungsi sistem alam (ekosistem) untuk secara terus menerus menghasilkan jasa-jasa ekosistemnya.Begitu pula sebaliknya para ekonom / insinyur senantiasa membutuhkan ekolog, dengan maksud jika terjadi penurunan jasa sumberdaya alam (ekosistem) maka akan menghasilkan pula penurunan nilai ekonomi ekosistem (wilayah) itu, yang tentu berimplikasi pada penurunan kesejahteraan sosial. Kedua pandangan ini dapat dianalogikan sebagai suatu potret perpaduan pandangan Charles Darwin (ekolog) – Adam Smith (ekonom).

Sumber :

1.http://www.sith.itb.ac.id/profile/Urgensi%20Ecosystem%20Approach%20Dalam%20Pengelolaan%20Pesisir%20dan%20Pulau-pulau%20kecil%20di%20Indonesia.pdf

2. Harian Surya Jatim, Selasa 20 Maret 2012, Halaman Pertama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar