Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Anggota Masyarakat Malang Peduli Aset Bangunan Bersejarah
Mantan Presiden BEM Fakultas Pertanian Unibraw 2000-2002
Saat ini keberadaan aset bangunan Pemerintah Kota Malang yang menjadi bangunan bersejarah perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai kalangan, mulai dari pihak Pemkot Malang sendiri, pihak DPRD Kota Malang, budayawan, tokoh masyarakat, kalangan tokoh agama dan sebagainya. Yaitu salah satunya selamatkan aset bangunan bersejarah Balai Wartawan PWI Malang Raya. Mengapa ? Karena keberadaan bangunan tersebut memiliki nilai historis perjalanan kiprah dunia wartawan Kota Malang dari masa ke masa.
Perlu diketahu, aset bangunan lama perlu dipertahankan status kepemilikannya sebagai aset Pemkot Malang dan diharapkan masuk sebagai kawasan cagar budaya dan cagar sejarah. Dinas Pariwisata Kota Malang dan Badan Urusan Rumah Tangga Pemkot Malang perlu koordinasi menjadikannya kawasan wisata sejarah dan budaya. Perlu diketahui, beberapa aset bangunan bersejarah di Kota Malang, antara lain : bangunan gereja kayu tangan, masjid Jami, Taman Makam Pahlawan Ijen, Alun-alun Tugu Kota Malang dan sebagainya. Bangunan tersebut hanya perlu dilakukan renovasi saja tanpa mengubah dan mengalihfungsikan menjadi fungsi lain.
Balai Wartawan PWI Malang Raya menjadi saksi sejarah prestasi wartawan-wartawan di era 1980-1990an yang kritis membangun dalam memberitakan pembangunan Malang Raya selama ini. Balai Wartawan menjadi tempat memberikan pelatihan jurnalistik bagi wartawan-wartawan pemula agar lebih ahli di bidang jurnalistik, menjadi tempat berdiskusi masyarakat malang raya, menjadi tempat berkumpul komunitas wartawan malang raya dan sebagainya. Apalagi beberapa wartawan masih rutin membayar sewa / retribusi Balai Wartawan PWI Malang Raya kepada Pemerintah Kota Malang selama ini.
Perlindungan kawasan wisata cagar budaya dan sejarah sudah diatur dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Khususnya pasal 12 ayat (1) yang menyebutkan bahwa penetapan kawasan strategis wisata dilakukan dengan memperhatikan aspek yaitu : (a) sumber daya pariwisata alam dan budaya yang potensial menjadi daya tarik pariwisata, (b) potensi pasar, (c) lokasi strategis yang berperan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah, (d) perlindungan terhadap lokasi tertentu yang mempunyai peran strategis dalam menjaga fungsi dan daya dukung lingkungan hidup, (f) kesiapan dan dukungan masyarakat dan (g) kekhususan wilayah.
Beberapa bulan terakhir (Maret-April 2010), masyarakat Malang kaget dengan adanya pemberitaan rencana pelepasan gedung Graha PWI Kota Malang di media massa Malang yang diduga secara sepihak tanpa melibatkan keputusan kolegial pengurus PWI Malang Raya. Kalau kita melihat aspek historis dan sosiologis berdirinya gedung tersebut cukup mengalami perjuangan berat di masa Walikota Malang, Ebes Sugiyono. Hal ini perlu mendapatkan apresiasi positif dan dukungan dari semua pihak untuk mencegah jual-beli atau pengalihfungsian Balai Wartawan PWI Malang Raya. Balai Wartawan PWI Malang Raya perlu dijadikan pertimbangan masuk menjadi kategori kawasan wisata sejarah dan budaya, diawali dari aktivitas pergerakan wartawan dan berkembang pesatnya olahraga di masa tahun 1980an, yang dikoordinasi SIWO sebagai bagian PWI Malang.
Oleh karena itu, sekelompok wartawan yang peduli aset bersejarah Kota Malang yaitu salah satunya berupaya mencegah pelepasan aset bangunan bersejarah Balai Wartawan PWI Malang Raya dengan membentuk tim sembilan. Adanya tim sembilan ini beranggotakan dari wartawan masih aktif, mantan wartawan dan masyarakat malang peduli bangunan bersejarah. Terlepas dari pro dan kontra permasalahan tersebut, mari kita mengkaji permasalahan tersebut dengan jernih. Berdasarkan data dari Research and Consultant Prima Mandiri, menyebutkan bahwa gedung Balai Wartawan PWI Malang Raya sejak tanggal 26 Mei 1980 dan peresmiannya tanggal 28 Agustus 1983 sampai sekarang adalah sewa kepada Pemerintah Kota Malang.
Kemudian tanah seluas 748 m2 adalah milik / aset Pemerintah Kota Malang, sedangkan bangunannya seluas 213 m2 merupakan dana hibah Pemerintah Kota Malang, Pemerintah Kabupaten Malang dan beberapa donatur lainnya. Artinya ketika misalnya bangunan gedung graha PWI akan dipindahtangankan atau dialihfungsikan sebaiknya mengajak koordinasi dengan pihak Pemerintah Kota Malang, Pemerintah Kabupaten Malang, pihak DPRD Kota Malang, mantan Ketua dan pengurus PWI Malang Raya sebelumnya serta tokoh masyarakat peduli pers. Karena proses pembangunan gedung pada tahun 1980-an melibatkan banyak pihak.
Masing-masing pihak saling mengkaji peraturan seputar pelepasan aset bangunan bersejarah. Yaitu pertama, mempelajari perjanjian sewa menyewa tanah, tanggal 26 Mei 1980 No. SK / 621 / Pend / V / 80, Soekardi Ranoeprawiro bertindak untuk dan atas nama PWI Cabang Malang dengan Walikotamadya Tingkat II Malang. Kedua, mempelajari Keputusan Walikota Malang Nomor : 593.1 / 341 / 35.73.406 / Tahun 2008 tentang Ijin Pemakaian Tempat-Tempat Tertentu Yang Dikuasai Oleh Pemerintah Kota Malang. Ketiga, perlu mempelajari UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan khususnya pasal 12 yang mengatur penetapan kawasan wisata dimana gedung Balai Wartawan PWI menjadi kawasan wisata budaya dan wisata bangunan bersejarah. Keempat, mempelajari masukan-masukan kebijakan Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD Kota Malang yang terkait dengan kebijakan pelepasan aset dan sebagainya.
Proses pengkajian penetapan Balai Wartawan PWI Malang Raya sebagai kawasan wisata bisa melibatkan pakar sejarah, DPRD Kota Malang, budayawan, tokoh masyarakat, wartawan senior yang independen, semua pengurus PWI Malang Raya. Indikator penetapan bisa dari aspek sejarah berdirinya, aspek pengelola yang merawat Balai Wartawan PWI Malang Raya selama ini, aspek simbol pergerakan wartawan jaman dahulu, aspek menghargai jasa kepala daerah (Ebes Sugiyono) yang membantu fasilitasi Balai Wartawan PWI Malang Raya dan aspek menghargai tokoh-tokoh wartawan tahun 1980-an yang berjuang pendirian Balai Wartawan PWI Malang Raya dan sebagainya.
Keberadaan gedung Balai Wartawan PWI Malang apabila sudah ditetapkan sebagai kawasan wisata budaya dan wisata bangunan sejarah bisa dilakukan renovasi dengan melibatkan investor dana dengan sistem yang saling menguntungkan. Renovasi Balai Wartawan PWI Malang Raya tidak boleh merusak sebagian atau seluruh fisik wisata, misalnya melakukan perbuatan merubah warna, menghilangkan bentuk, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata. PWI Malang Raya bisa mendirikan unit bisnis yang menjalankannya anggota wartawan sendiri, wartawan senior, mantan pengurus PWI Malang Raya sehingga diharapkan bisa menggerakkan roda organisasi PWI Malang Raya dari masa ke masa.
Dengan demikian, beberapa informasi yang kami sampaikan di atas, bisa menjadikan bahan pertimbangan pihak Pemkot Malang, budayawan Malang, DPRD Kota Malang, pengurus dan Anggota PWI Malang Raya untuk menyelesaikan permasalahan seputar lepas / tidaknya aset bangunan bersejarah Balai Wartawan PWI Malang Raya. Penulis secara pribadi, tegas menolak pelepasan aset bangunan bersejarah Balai Wartawan PWI Malang Raya dan mengharapkan Pemkot Malang, Tim 9, Pengurus PWI Malang, Raya, DPRD Kota Malang, budayawan dan pakar sejarah serta anggota masyarakat (termasuk tokoh-tokoh mahasiswa) peduli aset bangunan bersejarah menyelesaikan dengan bijak dan tidak saling bermusuhan. Semoga permasalahan segera selesai. Berilah pembelajaran penetapan kebijakan yang baik dalam solusi permasalahan tersebut. Amin.
Malang, 03 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar