Minggu, 17 Juli 2016

Ikan Tuna, Tongkol Bakar Sendang Biru Maknyuss


Oleh : Satriya Nugraha, SP
Penulis Buku “Pelayanan Publik Prima : Sebuah Mimpi”
Anggota Komisi, Seni, Budaya, Pariwisata DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Jawa Timur 2012-2015
Eksponen GMNI Kota Malang, Aktivis OKP Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) Jatim
Praktisi Ekowisata dan Pemberdayaan Masyarakat Agroteknologi Jawa Timur

Pada Hari Minggu, 11 April 2015, Saya melakukan kunjungan wisata dan observasi Pantai Sendang Biru, Kec. Sumbermanjing Wetan Kab. Malang. Saya berangkat dari Kota Malang pukul 9an pagi naik sepeda motor untuk menghindari kemacetan Kota Malang. Alhamdulillah, perjalanan tidak mengalami kendala, dan Kota Malang tidak mengalami hujan deras ketika berangkat menuju Pantai Sendang Biru. Pantai Sendang Biru adalah satu lagi pantai yang terletak di Kabupaten Malang. Tepatnya di 30 Km bagian selatan Kota Malang.

Pantai Sendang Biru berpotensi sebagai obyek wisata yang sangat indah yang bisa dikunjungi. Untuk mencapai pantai ini, para pengunjung bisa menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, juga kendaraan umum. Untuk kendaraan umum bisa diakses menggunakan Mikrolet jurusan Terminal Gadang Kota Malang kemudian melewati Kec.Turen Kabupaten Malang sampailah di Pantai Sendang Biru. Selain itu, bagi wisatawan yang ingin mendatangi ke pulau Sempu, haruslah melewati pantai Sendang Biru terlebih dahulu. Adanya pulau Sempu ini, membuat pantai Sendang Biru memiliki ombak yang tidak terlalu besar layaknya pantai laut selatan lainnya.

Ketika saya sampai di Pantai Sendang Biru, Saya berkunjung ke Tempat Pelelangan Ikan Terbesar di Jawa Timur, sekitar 10 ribu ton ikan tuna dan/atau ikan tongkol per tahun ditangkap nelayan di Pantai Sendang Biru. Saya membeli 1 kilogram 4 ons ikan tuna mentah, seharga Rp. 14 ribu per kg, membeli ikan tongkol 1 kilogram 3 ons ikan tongkol, seharga Rp. 12 ribu per kg. Kemudian saya minta bantuan warung terdekat, supaya ikan tuna dibakar dan ikan tongkol dibakar selama 30 menit. Saya menikmati ikan yang dibeli tadi yaitu ikan tuna bakar dan ikan tongkol dengan sambal ciri khas pantai sendang biru, rasanya maknyuss. Masyarakat perlu menikmati kenikmatan rasa ikan tuna yang jarang dijumpai di warung kuliner Kota Malang.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/satriya1998/ikan-tuna-tongkol-bakar-sendang-biru-maknyuss_555312c2b67e61190c13096b

UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Wajib Dipahami Kepala Daerah, Pejabat Negara, dan Masyarakat


Oleh : Satriya Nugraha, SP satriya1998@gmail.com ; satriya1998@yahoo.com
Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Ketela Pohon dan Tebu
S-1 FP Universitas Brawijaya
Anggota Komisi Seni, Budaya, Pariwisata DPD KNPI Jawa Timur 2012-2016

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar Harta Kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan Harta Kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana Pencucian Uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, tetapi juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil tindak pidana dapat diketahui melalui penelusuran untuk selanjutnya hasil tindak pidana tersebut dirampas untuk negara atau dikembalikan kepada yang berhak. Apabila Harta Kekayaan hasil tindak pidana yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kejahatan dapat disita atau dirampas, dengan sendirinya dapat menurunkan tingkat kriminalitas. Untuk itu upaya pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang memerlukan landasan hukum yang kuat untuk menjamin kepastian hukum, efektivitas penegakan hukum serta penelusuran dan pengembalian Harta Kekayaan hasil tindak pidana.

Penelusuran Harta Kekayaan hasil tindak pidana pada umumnya dilakukan oleh lembaga keuangan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Lembaga keuangan memiliki peranan penting khususnya dalam menerapkan prinsip mengenali Pengguna Jasa dan melaporkan Transaksi tertentu kepada otoritas (financial intelligence unit) sebagai bahan analisis dan untuk selanjutnya disampaikan kepada penyidik. Lembaga keuangan tidak hanya berperan dalam membantu penegakan hukum, tetapi juga menjaga dirinya dari berbagai risiko, yaitu risiko operasional, hukum, terkonsentrasinya Transaksi, dan reputasi karena tidak lagi digunakan sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku tindak pidana untuk mencuci uang hasil tindak pidana.

Dengan pengelolaan risiko yang baik, lembaga keuangan akan mampu melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga pada gilirannya sistem keuangan menjadi lebih stabil dan terpercaya. Dalam perkembangannya, tindak pidana Pencucian Uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (reporting parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.

Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan Harta Kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana Pencucian Uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif.

Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif. Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang tersebut di atas.

Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Berdasarkan latar belakang di atas maka Pemerintah menetapkan UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ditetapkan oleh Presiden RI tanggal 22 Oktober 2010. PPATK mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, PPATK mempunyai fungsi sebagai berikut:a.) pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; b.) pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;c.) pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan d.) analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain. Dalam melaksanakan fungsi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana dimaksud di atas maka PPATK berwenang: a. meminta dan mendapatkan data dan informasi dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang memiliki kewenangan mengelola data dan informasi, termasuk dari instansi pemerintah dan/atau lembaga swasta yang menerima laporan dari profesi tertentu; b. menetapkan pedoman identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan; c. mengoordinasikan upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang dengan instansi terkait; d. memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya pencegahan tindak pidana Pencucian Uang; e. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi dan forum internasional yang berkaitan dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; f. menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan antipencucian uang; dan g. menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.

Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor sebagaimana dimaksud di atas, PPATK berwenang: a. menetapkan ketentuan dan pedoman tata cara pelaporan bagi Pihak Pelapor; b. menetapkan kategori Pengguna Jasa yang berpotensi melakukan tindak pidana Pencucian Uang; c. melakukan audit kepatuhan atau audit khusus; d. menyampaikan informasi dari hasil audit kepada lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap Pihak Pelapor; e. memberikan peringatan kepada Pihak Pelapor yang melanggar kewajiban pelaporan; f. merekomendasikan kepada lembaga yang berwenang mencabut izin usaha Pihak Pelapor; dan g. menetapkan ketentuan pelaksanaan prinsip mengenali Pengguna Jasa bagi Pihak Pelapor yang tidak memiliki Lembaga Pengawas dan Pengatur.

Kemudian perlu diketahui : Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana tersebut di atas dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan dendapaling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Setiap Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Ketentuan sanksi di atas tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 2010.

Setiap Orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Permufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana Pencucian Uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 8 Tahun 2010. Semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan ataubelum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Demikianlah sekelumit penjelasan UU/8 Tahun 2010.

Semoga menambah wawasan bagi kalangan kepala daerah, pejabat dan masyarakat Indonesia. Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4191) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4324) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Ribuan Orang Tertipu Lowongan Pekerjaan PT Hadena Indonesia


Oleh : Satriya Nugraha, SP
Konsultan Ekowisata, Menulis Ilmiah Populer
satriya1998@gmail.com ; satriya1998@yahoo.com
Anggota Komisi Seni, Budaya, Pariwisata DPD KNPI Jatim 2012-2016

Diduga penyelenggara telah berhasil meraup uang milik pelamar hingga miliaran rupiah. Penelusuran Media Indonesia di beberapa kota di Jawa Tengah, Kamis (26/9/2013) seperti Semarang, Yogyakarta, dan Solo, ribuan orang telah tertipu lowongan kerja yang ditawarkan PT Hadena Indonesia berupa pengelemen benang teh. Mereka dijanjikan memperoleh hasil Rp.70.000 per box berisi 200 kantong teh atau Rp.350.000 untuk lima box. Namun setiap pelamar harus membayar Rp250.000. Modus yang dipergunakan yakni seorang petugas yang disebut media oleh perusahaan memasang iklan lowongan kerja sama pengeleman benang teh atau menyebarkan brosur lowongan di perempatan lampu merah atau tempat-tempat yang cukup strategis.

Tidak hanya ibu rumah tangga atau remaja pengangguran yang terjebak, ribuan pelajar dan mahasiswa yang datang langsung digiring ke lantai dua ruko yang dijadikan kantor tersebut, kemudian setelah mendapat penjelasan singkat seperti dalam iklan tersebut mereka harus menjadi member dan harus membayar Rp250.000 sebagai kompensasi dan Rp.5.000 sebagai member."Semula kami tertarik dengan iklan selebarannya yang menjanjikan penghasilan Rp.70.000 setelah mengelem satu kotak teh Rosela, tapi saya harus kehilangan uang Rp.250.000 dan tidak dapat diambil kembali karena apa yang dijanjikan tidak terbukti," kata Triska,31, seorang ibu rumah tangga di Semarang.

Setelah ditemui seorang pegawai bernama Agus dan membayar Rp255.000 setiap orang, demikian Triska, kemudian member yang baru diberikan satu box benang kertas teh merk Rosela untuk untuk dibawa pulang dan dikerjakan pengelemannya. Namun sebelumnya dijanjikan setiap member boleh mengambil berapa saja sesuai kemampuan mengelem. Satu hari kemudian, ujar Triska, hasil pengeleman yang hanya dapat dikerjakan kurang dari dua jam karena ternyata jumlahnya hanya 156 kantong teh, dikembalikan ke PT Hadena Indonesia dengan tujuan dapat mengambil lebih banyak lagi sesuai yang dijanjikan. Ternyata bukan box teh yang diberikan, tetapi member harus merekrut lagi lima orang agar menjadi member baru dan membayar Rp250.000 baru diperbolehkan melakukan pengeleman, bahkan tidak hanya itu uang jasa Rp70.000 yang dijanjikan tidak dapat diberikan dengan alasan harus ditukar dengan produk teh.

"Saya harus menukar uang jasa itu dengan salah satu dari tiga produk, nah di sinilah muncul penipuan dan tidak dapat bekerja lagi kalau tidak membawa lima member baru," katanya. Kepala Polrestabes Semarang Kombes Djihartono mengatakan baru menerima masukan adanya modus baru penipuan tersebut, oleh karena segera akan menurunkan anggota untuk melakukan penyelidikan. (Sumber) Harian swasta terbesar di Jawa Timur juga menayangkan kolom iklan PT Hadena Indonesia, di Kota Surabaya, Malang dan sebagainya. Hal ini perlu disikapi masyarakat Jawa Timur di masa depan. Hubungi Ibu Kendedes NKA ; 99624 di Surabaya, hubungi Indah NKA di Kota Surabaya, hubungi Krisna dan Saka NKA : 104918 di Kota Malang, hubungi Rina di Kota Kediri dan sebagainya.

Muspida Jawa Timur beserta jajarannya perlu menyelidiki kasus kolom iklan PT. Hadena Indonesia di Jawa Timur supaya tidak timbul banyak korban lagi, tidak menimbulkan kerugian materi korban-korban selanjutnya. Pemimpin Redaksi salah satu Harian Jawa Timur harus segera mencegah dan menghentikan penayangan iklan PT. Hadena Indonesia tersebut. Saya melihat masih aja ditayangkan tiap hari bulan Oktober 2013. Pihak Kapolda Jatim beserta jajarannya sebaiknya proaktif menyelidiki kasus ini seperti yang dilakukan Kepala Polrestabes Semarang. Kasus di Jawa Tengah cukup menjadi pelajaran berarti. Jangan mencari keuntungan di tengah banyaknya masyarakat susah mencari lowongan pekerjaan.

Kamis, 29 Mei 2014

UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani Wajib Dipahami


Oleh : Satriya Nugraha, SP
Alumni Universitas Brawijaya, Konsultan Business Plan Tebu, Ketela Pohon
Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas
satriya1998@yahoo.com ; satriya1998@gmail.com

Dalam sila kelima Pancasila dan pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara jelas dinyatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi dasar salah satu filosofi pembangunan bangsa, sehingga setiap warga Negara Indonesia, berhak atas kesejahteraan. Oleh karena itu, setiap WNI berhak dan wajib sesuai dengan kemampuannya ikut serta dalam pengembangan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan, khususnya di bidang Pertanian. Sejalan dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, salah satu tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar-besar kesejahteraan Petani.

Selama ini Petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan Pertanian dan pembangunan ekonomi perdesaan. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberi Perlindungan dan Pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar Setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Dalam menyelenggarakan pembangunan Pertanian, Petani mempunyai peran sentral dan memberikan kontribusi besar.

Pelaku utama pembangunan Pertanian adalah para Petani, umumnya berusaha dengan skala kecil, yaitu rata-rata luas Usaha Tani kurang dari 0,5 hektare, dan bahkan sebagian dari Petani tidak memiliki sendiri lahan Usaha Tani atau disebut Petani penggarap, bahkan juga buruh tani. umumnya Petani mempunyai posisi yang lemah dalam memperoleh sarana produksi, pembiayaan Usaha Tani, dan akses pasar. Selain itu, Petani dihadapkan pada kecenderungan terjadinya perubahan iklim, kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha, globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang tidak berpihak kepada Petani.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus memberdayakan Petani. Upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani selama ini belum didukung oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, sistemik, dan holistik, sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi Petani dan Pelaku Usaha di bidang Pertanian. Undang-Undang yang ada selama ini masih bersifat parsial dan belum mengatur upaya Perlindungan dan Pemberdayaan secara jelas, tegas, dan lengkap.

Berkenaan dengan latar belakang tersebut di atas, agar upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Petani mencapai sasaran yang maksimal maka Pemerintah menetapkan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Ditetapkan oleh Presiden RI tanggal 6 Agustus 2013, jelang HUT Kemerdekaan RI. Dalam UU ini mengatur Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang meliputi perencanaan, Perlindungan Petani, Pemberdayaan Petani, pembiayaan dan pendanaan, pengawasan, dan peran serta masyarakat, yang diselenggarakan berdasarkan asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, kebersamaan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, dan berkelanjutan.

Implementasi UU Nomor 19/2013 berupa bentuk kebijakan yang dapat diberikan untuk melindungi kepentingan Petani, antara lain pengaturan impor Komoditas Pertanian sesuai dengan musim panen dan/atau kebutuhan konsumsi di dalam negeri; penyediaan sarana produksi Pertanian yang tepat waktu, tepat mutu, dan harga terjangkau bagi Petani, serta subsidi sarana produksi; penetapan tarif bea masuk Komoditas Pertanian, serta penetapan tempat pemasukan Komoditas Pertanian dari luar negeri dalam kawasan pabean.

Selain itu, juga dilakukan penetapan kawasan Usaha Tani berdasarkan kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan; fasilitasi Asuransi Pertanian untuk melindungi Petani dari kerugian gagal panen akibat bencana alam, wabah penyakit hewan menular, perubahan iklim; dan/atau jenis risiko lain yang ditetapkan oleh Menteri; serta dapat memberikan bantuan ganti rugi gagal panen akibat kejadian luar biasa sesuai dengan kemampuan keuangan negara.

Selain kebijakan Perlindungan Petani, upaya Pemberdayaan memiliki peran penting untuk mencapai kesejahteraan Petani yang lebih baik. Pemberdayaan dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir Petani, meningkatkan Usaha Tani, serta menumbuhkan dan menguatkan Kelembagaan Petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi dalam ber-Usaha Tani. Beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi Petani lebih berdaya, yaitu, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian;

Kemudian pemberdayaan petani berupa kegiatan pengutamaan hasil Pertanian dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional; konsolidasi dan jaminan luasan lahan Pertanian; penyediaan fasilitas pembiayaan dan permodalan; kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan penguatan Kelembagaan Petani. Sasaran Perlindungan dan Pemberdayaan Petani adalah Petani, terutama kepada Petani penggarap paling luas 2 (dua) hektare (tidak mempunyai lahan yang mata pencaharian pokoknya adalah melakukan Usaha Tani); Petani yang mempunyai lahan dan melakukan usaha budidaya tanaman pangan pada luas lahan paling luas 2 (dua) hektare; Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan dan Pemberdayaan Petani bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandirian Petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik; melindungi Petani dari kegagalan panen dan risiko harga; menyediakan prasarana dan sarana Pertanian yang dibutuhkan dalam mengembangkan Usaha Tani; menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani; meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta Kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berdaya saing, mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan; serta memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya Usaha Tani.

UU ini juga mengatur pembentukan kelembagaan petani yang berupa Dewan Komoditas Pertanian yang bersifat nirlaba, dan merupakan gabungan dari berbagai asosiasi komoditas pertanian. Dewan Komoditas Nasional berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan petani dan menyelesaikan permasalahan dalam berusaha tani. Merupakan mitra pemerintah dalam perumusan strategi dan kebijakan perlindungan dan pemberdayaan petani. Demikianlah beberapa hal penting yang diatur dalam UU perlindungan dan pemberdayaan petani. Kami berharap keberadaan UU ini bisa diimplementasikan, segera keluar Peraturan Pemerintah yang terkait UU ini. Juga Pemda khususnya Pemprov Jawa Timur dapat mengusulkan Raperda Provinsi Jatim tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Jatim, dengan rujukan UU perlindungan dan pemberdayaan petani.

Evaluasi Kepemimpinan dan Kinerja Peni Suparto (Bagian-2 Habis)


Oleh : Satriya Nugraha, SP
satriya1998@gmail.com
Penulis Buku “Pelayanan Publik Prima : Sebuah Mimpi”
Pemerhati Pelayanan Publik Prima
Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas
Konsultan Business Plan Ketela Pohon, Tebu, Gaharu

Permasalahan-permasalahan lain selama Kepemimpinan Peni Suparto antara lain, semakin berkurangnya lahan pertanian di Kota Malang, meningkatnya harga daging sapi dan ternak lainnya. Masalah banyaknya orang miskin yang terlibat kasus pidana, tidak memiliki dana untuk menyelesaikan kasus tersebut, masalah kinerja aparatur pegawai negeri sipil yang kurang melayani masyarakat, masalah perbaikan gizi. Masalah kekerasan dalam rumah tangga dan/atau setiap kasus perceraian, masalah perluasan kesempatan kerja di Kota Malang, masalah lambannya pembangunan jembatan kedungkandang. Berkurangnya lahan pertanian, Pemkot Malang sebaiknya mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, yang salah satu pasalnya menyebutkan bahwa lahan yang dapat ditetapkan menjadi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memenuhi kriteria: a.) berada pada kesatuan hamparan lahan yang mendukung produktivitas dan efisiensi produksi; b.) memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan yang sangat sesuai, sesuai, atau agak sesuai untuk peruntukan pertanian pangan; c.) didukung infrastruktur dasar; dan/atau d.) telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan. Kriteria lahan yang berada pada kesatuan hamparan lahan ditentukan mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosbud masyarakat.

Masalah meningkatnya harga daging sapi, kambing dan lainnya, Pemkot Malang sebaiknya memahami Perda Jatim Nomor 3 Tahun 2012 tentang pengendalian ternak sapi dan kerbau produktif. Pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif dimaksudkan untuk memperkuat fondasi budidaya ternak melalui ketersediaan bibit ternak yang berkualitas secara mandiri, berkelanjutan dan pengembangan sumberdaya lokal. Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif bertujuan mempertahankan ketersediaan bibit dan mempertahankan Provinsi Jatim sebagai gudang ternak nasional serta memantapkan koordinasi dan sinkronisasi dalam pelaksanaan pengendalian ternak sapi dan kerbau betina produktif.

Ada juga PP Nomor 6 tahun 2013 tentang pemberdayaan peternak yang perlu dipahami Dinas Pertanian Kota Malang. Salah satu pasalnya menyebutkan bahwa pemberian kemudahan kepada peternak meliputi: a.) pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, IPTEK, serta informasi; b.) pelayanan Peternakan, pelayanan Kesehatan Hewan, dan bantuan teknik; c.) penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi; d.) pembinaan kemitraan dalam meningkatkan sinergi antar pelaku usaha; e.) penciptaan iklim usaha kondusif dan/atau peningkatan kewirausahaan; f.) pengutamaan pemanfaatan sumber daya Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam negeri; g.) pemfasilitasan terbentuknya kawasan pengembangan Usaha Peternakan; h.) pemfasilitasan pelaksanaan promosi dan pemasaran; dan/atau i.) perlindungan harga dan Produk Hewan dari luar negeri.

Masalah banyaknya orang miskin yang terlibat kasus pidana, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan Perda Jatim Nomor 9 tahun 2012 tentang Bantuan Hukum Untuk Masyarakat Miskin. Penyelenggaraan bantuan hukum bertujuan untuk : a.) mewujudkan hak konstitusional warga negara sesuai prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum. b.) menjamin pemenuhan hak penerima bantuan hukum untuk memperoleh keadilan; c.) menjamin bantuan hukum dapat dimanfaatkan secara merata oleh seluruh masyarakat; dan d.) terpenuhinya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Pembiayaan bantuan hukum yang diperlukan untuk penyelenggaraan bantuan hukum dibebankan kepada APBD Jatim sesuai dengan kemampuan keuangan Pemprov Jatim dan tersedianya dana dalam APBD.

Masalah kinerja aparatur pegawai negeri sipil yang kurang melayani masyarakat, Pemkot Malang dan DPRD Malang sebaiknya segera mengesahkan Raperda Kota Malang tentang Pelayanan Publik. Raperda tidak disahkan sejak sekitar tahun 2006. Hal ini memperlambat payung hukum melayani masyarakat. Padahal sudah disahkan PP Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Materi muatan PP ini mencakup ruang lingkup penyelenggara, sistem pelayanan terpadu, pedoman penyusunan Standar Pelayanan, proporsi akses dan kategori kelompok Masyarakat dalam Pelayanan Berjenjang, dan pengikutsertaan Masyarakat dalam penyelenggaraan Pelayanan Publik. Juga Gubernur Jatim sudah menetapkan Perda Jatim Nomor 11 tahun tentang pelayanan publik. Peni Suparto memang tidak perduli melayani masyarakat dan orang kecil.

Masalah perbaikan gizi, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan aturan Perda Jatim Nomor 11 Tahun 2011 tentang Perbaikan Gizi. Salah satu pasalnya menyebutkan perbaikan gizi dimaksudkan untuk meningkatkan statusgizi, pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya gizi dan pengaruhnya terhadap peningkatan status gizi. Perbaikan gizi bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat melalui: a.) perbaikan pola konsumsi makanan; b.) perbaikan perilaku sadar gizi ; c.) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan d.) peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

Masalah kekerasan dalam rumah tangga dan/atau setiap kasus perceraian, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan Perda Jatim Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. Tujuan penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap korban kekerasan yang berbasis gender dan kepentingan terbaik bagi perempuan dan anak yang terjadi di rumah dan/atau tempat publik. Kekerasan tersebut dapat berupa: a.) kekerasan fisik; b.) kekerasan psikis; c.) kekerasan seksual; d.) penelantaran ekonomi; dan e.) pembatasan ruang gerak.

Masalah perluasan kesempatan kerja, bantuan pelatihan pemuda, Pemkot Malang sebaiknya melaksanakan PP Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan Kesempatan Kerja. Perluasan kesempatan kerja adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan lapangan pekerjaan yang tersedia. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perluasan kesempatan kerja di setiap sektor sesuai dengan kewenangannya. Kebijakan perluasan kesempatan kerja meliputi: a.) kebijakan perluasan kesempatan kerja di dalam hubungan kerja; dan b.) kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja.

Kebijakan perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemda, BUMN, BUMD, swasta, dan kelembagaan masyarakat. Dilakukan dalam bentuk program kewirausahaan. Dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, pendayagunaan tenaga kerja sukarela, dan/atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pembebasan lahan milik 52 orang warga yang terkena proyek pembangunan Jembatan Kedungkandang di Kota Malang menghabiskan dana sekitar Rp11 miliar. Kepala Dinas Perumahan Kota Malang Wahyu Setianto, Senin mengatakan, tim appraisal sudah menyelesaikan survei dan pekan depan warga yang lahannya terkena proyek tersebut akan dipanggil untuk membicarakan soal harga.

“Harga yang kami tawarkan ini sesuai dengan hasil survei dari tim appraisal dan NJOP sebesar Rp.350 ribu/m2. “Kami akan mengganti tanah dan bangunan serta nilai premiumnya, yakni nilai ganti rugi atas usaha dan biaya transportasi untuk pindah ke lokasi baru,” katanya menambahkan. Nominal ganti untung itu nanti bervariasi, tergantung luas lahan yang terkena proyek. Bagi warga yang tanahnya bersertifikat SHM akan mendapatkan ganti rugi mulai sebesar Rp.100 juta hingga Rp1,1 miliar. Dan, mereka yang memiliki usaha (berdagang), namun di atas tanah yang tidak bersertifikat, akan diberikan nilai premium. “Jika warga sepakat dengan yang kami tawarkan, maka pekan ini atau paling lambat pekan depan, uang ganti untung itu akan kami berikan secara tunai,” tegasnya. Dengan adanya pembayaran ganti untung itu, lanjutnya, kontraktor pemenang tender atas proyek senilai Rp. 79 miliar itu bisa segera melaksanakan pembangunan. Menyinggung anggaran yang membengkak cukup besar itu Wahyu mengatakan, pihaknya sudah melakukan konsultasi dengan Wali Kota Malang Peni Suparto dan harus disiasati.

Evaluasi Kepemimpinan dan Kinerja Peni Suparto (Bagian-1)


Oleh : Satriya Nugraha, SP satriya1998@gmail.com Penulis Buku “Pelayanan Publik Prima : Sebuah Mimpi” Konsultan Business Plan Sapi Penggemukan, Kambing Gibas Konsultan Business Plan Ketela Pohon, Tebu, Gaharu

Peni Suparto menjadi Walikota Malang selama dua periode. Dia suka tokoh dan karakter Ken Arok. Hal ini mencerminkan bahwa sosok dia layaknya polah tingkah Ken Arok di masa lampau. Di masa kepemimpinan dia, beragam permasalahan muncul. Namun, anehnya, kenapa sebagian besar Pimpinan dan Anggota DPRD Malang periode 2004-2009 dan periode 2009-2014 kebanyakan diam, bahkan jarang mengkritisi kebijakan Peni Suparto. Entah kenapa, mereka sebagai wakil rakyat tidak membela rakyat Malang sendiri. Masyarakat berhak tidak mentaati sosok pemimpin yang dhalim, kurang peduli orang kecil.

Misalnya Peni Suparto sewenang-wenang merenovasi keberadaan pasar tradisional Dinoyo dan pasar tradisional Blimbing tanpa mengajak dialogis dua arah para pedagang pasar tersebut. Akhirnya Komisi Pelayanan Publik Jatim, Gubernur Jatim, Komnas HAM RI dan Ombudsman RI turun tangan menangani permasalahan pasar Dinoyo. Hal ini untuk memediasi dan mengajak dialogis antara pedagang pasar tradisional Dinoyo bersama pihak Walikota Malang. Saya sedikit membantu advokasi pedagang Pasar Dinoyo agar mereka mendapatkan posisi tawar berimbang waktu ketemuan Peni Suparto. Cukup ironis sekali.

Masalah maraknya pembangunan Rumah Toko, yang merubah iklim Kota Malang menjadi panas dan menimbulkan efek rumah kaca. Apakah sudah dipikirkan bagaimana menurunkan tingkat pengangguran warga Kota Malang? Bagaimana pendapatan per kapita penduduk Kota Malang? Bagaimana Tingkat daya beli masyarakat ?. Kalau semua hal tersebut sudah terukur dengan jelas, tidak masalah dibangunnya Rumah Toko Malang. Semisal pembangunan Ruko menggunakan dana kredit dari perbankan, kemudian tidak banyak Ruko terjual maka akan terjadi kemacetan pelunasan kredit perbankan tersebut. Hal ini akan berakibat inflasi meningkat di Kota Malang nantinya.

Masalah kemacetan kendaraan bermotor dimana bertambahnya jumlah kendaraan bermotor, tidak diimbangi panjang dan lebar ruas jalan di sepanjang Kota Malang. Pihak dealer sepeda motor dan mobil perlu mengeluarkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) untuk mengurangi polusi udara, polusi suara di Kota Malang, perlu melakukan upaya pengaspalan jalan akibat semakin bertambahnya jumlah kendaraaan bermotor. Hal ini sudah diatur dalam Perda Jatim Nomor 4 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Masih sering terjadi banjir seperti di seputaran Jalan Ciliwung, Jalan Raya Dieng, Jalan Raya Galunggung, Jalan Raya kawasan Pulosari dan sebagainya. Pihak Pemkot Malang perlu mendesain ulang blue print gorong-gorong buatan Belanda di masa lampau. Apa sudah dilakukan normalisasi sungai dan pengerukan sungai di sepanjang Kota Malang? Apa Walikota Malang tidak pernah mengajak para akademisi kampus PTN/PTS di Kota Malang untuk mengatasi banjir?. Rakyat diharuskan bersabar terus-menerus, tidak berdaya tiap hari. Bagaimana kinerja DPPUB Kota Malang mengatasi hal ini secepatnya?

Rusaknya jalan-jalan kelas II dan kelas III di Kota Malang. Banyaknya trotoar yang tidak diperbaiki sehingga mengganggu kenyamanan pejalan kaki. Perlu diketahui, jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton. Ke mana realisasi APBD Kota Malang selama ini? Masyarakat tidak bisa mengakses informasi peruntukan dana untuk pembangunan Kota Malang yang berasal dari APBD Kota Malang.

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa Penyelenggara Jalan dalam melaksanakan preservasi Jalan dan/atau peningkatan kapasitas Jalan wajib menjaga Keamanan, Keselamatan, Ketertiban, dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas. Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak tersebut, maka penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, juga menyebutkan bahwa Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/ atau kerusakan Kendaraan dan / atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Apakah Mantan Walikota Malang Peni Suparto dan dinas terkait memikirkan segera perbaikan jalan sebelum jatuh korban kecelakaan lalu lintas?

Selain itu, khusus trotoar, menurut UU Nomor 22 tahun 2009 menyebutkan bahwa Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Pejalan Kaki berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang Jalan di tempat penyeberangan. Kenapa masih banyak trotoar yang rusak? Masih banyak trotoar dipakai pedagang kaki lima berjualan? Dan sebagainya. Pemkot Malang perlu memperhatikan hal ini, untuk menarik minat wisatawan mancanegara yang suka berjalan kali sepanjang trotoar.

Masalah pengangguran pemuda. Banyak keluhan pemuda yang menginginkan program kewirausahaan, hanya saja Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Malang kurang sosialisasi program-program tersebut. Bahkan saya mengusulkan Raperda Kota Malang tentang Pemberdayaan Pemuda Malang kepada salah satu Anggota DPRD Kota Malang dari Fraksi Demokrat dan Fraksi PAN Malang, tidak mendapatkan respon positif. Hal ini cukup ironis khan. Padahal program Kewirausahaan diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2009 tentang Kepemudaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2011 tentang Pengembangan Kewirausahaan dan Kepeloporan Pemuda Serta Penyediaan Prasarana dan Sarana Kepemudaan. Selamat atas Pelantikan H. Moch. Anton dan Drs. Sutiaji, slogan peduli wong cilik, semoga bisa menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang belum diselesaikan Peni Suparto.

Minggu, 14 April 2013

Sego Anget untuk Kelestarian Mata Air Sumber Brantas Kota Batu


Oleh :
Satriya Nugraha, SP
Pengurus DPD KNPI Provinsi Jatim 2012-2015
Komisi Seni, Budaya dan Pariwisata
PW Gerakan Pemuda Islam Indonesia Jatim

Warga Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu memiliki budaya ritual menyelamatkan sumber mata air setiap tahun. Ritual dilakukan dengan “tumpengan” di sekitar sumber mata air hingga penanaman pohon beringin dan pohon lo. Ritual selamatan untuk menjaga kelestarian mata air Desa Sumber Brantas sudah berjalan tiga tahun berturut-turut sebelumnya (2009-2012). Menurut Bapak Kusno, tokoh masyarakat Desa Sumber Brantas menjelaskan bahwa budaya seperti ini tetap akan dilestarikan selama-lamanya

Perlu diketahui, satu lagi obyek desa wisata segera diluncurkan di Kota Batu, salah satunya Hutan Arboretum di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji. Kawasan hutan seluas 21 Hektare ini, akan dilengkapi villa agar bisa digunakan sebagai sarana menginap.Kesiapan arboretum yang dijadikan Desa Wisata, dicetuskan dalam peringatan Hari Air Se-Dunia di kawasan tersebut, (Kamis, 28 Maret 2013) kemarin. Peringatan tersebut ditandai dengan penanaman pohon, pelepasan ikan di Desa Sumber Brantas maupun kerja bakti massal yang melibatkan sekitar 1500 orang.

Kegiatan diikuti oleh warga setempat, termasuk Walikota Batu, Kades Sumber Brantas, Camat Bumiaji, Forkompimda, perwakilan Jasa Tirta bahkan karyawan perbankan. Arboretum dan wilayah lain yang dijadikan desa wisata, merupakan permintaan warga setempat, Kades beserta jajarannya siap mengelola desa wisata dengan kerjasama pihak Jasa Tirta. Dalam ritual selamatan Desa Sumber Brantas, yang sama diselenggarakan (Kamis, 28 Maret 2013) kemarin, warga desa memberikan sajian sego anget. Sego anget adalah tumpeng dengan bahan dasar nasi hangat yang mengandung parutan kelapa dan ditambahi garam.

Sego anget itu digunakan sebagai salah satu sarana bersyukur di areal mata air Desa Sumber Brantas dan dimakan bersama oleh masyarakat Desa setempat. Kegiatan syukuran sego anget di sumber mata air waktu siang hari, pagelaran wayang kulit waktu malam hari. Semua warga ikut terlibat dalam syukuran sekaligus selamatan terhadap sumber mata air. Pada tahun pertama, tahun 2009 lalu, ritual dilakukan dengan anak tumpeng berupa sego kabuli dan ingkung. Sego kabuli adalah nasi kuning dan ingkung merupakan ayam yang sudah dimasak. Ritual tahun pertama dilakukan dengan persembahan tumpeng yang terdapat ayam potong. Semua tumpeng itu menjadi santapan setiap orang yang ikut dalam syukuran. Kita juga harus bersyukur karena sumber mata air Desa Sumber Brantas bisa terus mengalir dengan debit air tidak berkurang.

Warga Desa Sumber Brantas harus peduli karena mata air yang mengalir di desanya menjadi jalur sungai Brantas, sungai terbesar di Provinsi Jawa Timur, yang melewati sekitar 10 Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dari Kota Batu membentuk hulu sungai Brantas mengalir ke Kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang hingga Hilir sungai Brantas di Kota Surabaya. Mata air ini menjadi sumber kehidupan warga Jatim. Jadi kita harus terus melestarikannya. Pemprov Jatim dan DPRD Jatim harus memberikan anggaran APBD Jatim untuk melestarikan mata air Desa Sumber Brantas Kota Batu di masa mendatang.

DPRD Jatim dan Pemprov Jatim perlu melakukan Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Brantas mulai hulu Sungai (Desa Sumber Brantas) sampai hilir Sungai (Kota Surabaya). Hal ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Pengelolaan DAS bagi sebesar-besarnya kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.Tujuan Pengelolaan DAS untuk mewujudkan kesadaran, kemampuan dan partisipasi aktif Instansi Terkait dan masyarakat dalam Pengelolaan DAS yang lebih baik, mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan Daya Dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan, mewujudkan kuantitas, kualitas dan keberlanjutan ketersediaan air yang optimal menurut ruang dan waktu dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat diharapkan tercapai seiring dengan terwujudnya kondisi lahan yang produktif serta kuantitas, kualitas dan kontinuitas air yang baik, kondisi sosial ekonomi yang kondusif dan pemanfaatan tata ruang wilayah yang optimal. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar sektor dan antar wilayah administrasi, serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan DAS.Pengelolaan DAS merupakan upaya yang sangat penting sebagai akibat terjadinya penurunan kualitas lingkungan DAS-DAS di Indonesia yang disebabkan oleh pengelolaan sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan dan meningkatnya potensi ego sektoral dan ego kewilayahan.

Karena pemanfaatan dan penggunaan sumber daya alam pada DAS melibatkan kepentingan berbagai sektor, wilayah administrasi dan disiplin ilmu. Oleh karena itu Pengelolaan DAS diselenggarakan melalui perencanaan, pelaksanaan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, pendanaan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan serta mendayagunakan sistem informasi pengelolaan DAS. Rencana Pengelolaan DAS disusun secara terpadu dan disepakati oleh para pihak sebagai dasar dalam penyusunan rencana pembangunan sektor dan rencana pembangunan wilayah pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Untuk membantu dalam mendukung keterpaduan penyelenggaraan Pengelolaan DAS diperlukan forum koordinasi Pengelolaan DAS pada berbagai tingkat wilayah administrasi dan/atau daerah aliran sungai.

Kemudian aspek Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Pengelolaan DAS dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintahan non kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota. Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling sedikit melalui: (a.) pendidikan, pelatihan dan penyuluhan; (b.) pendampingan; (c.) pemberian bantuan modal; (d.) sosialisasi dan diseminasi; dan/atau (e.) penyediaan sarana dan prasarana. Sumber dana untuk penyelenggaraan Pengelolaan DAS dapat berasal APBN, APBD, hibah dan/atau sumber dana lainnya yang tidak mengikat sesuai peraturan perundang-undangan.

Jangan pilih Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Jatim yang tidak peduli pelayanan publik prima dalam hal pengelolaan Daerah Aliran Sungai, pelestarian lingkungan sesuai amanah UU dan Peraturan Pemerintah Jelang coblosan tanggal 29 Agustus 2013.

Sumber :

Harian Malang Post, Jumat 29 Maret 2013
Harian Kota Wisata, Kamis, 28 Maret 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS