Blog ini untuk menampilkan dunia penulisan dan karya-karya tulis SATRIYA NUGRAHA,SP ; baik yang sudah dimuat di media massa, dimuat www.kompasiana.com maupun belum dimuat, merupakan wadah bagi pemuda dan komunitas untuk berbagi info dan berbagi ilmu kepenulisan, mengangkat penulis sebagai sebuah profesi, penulis adalah Konsultan Ekowisata, Wirausaha Mesin Abon Ikan CV.FIVASS General Trading Kota Malang,Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Jawa Timur 2014-2019.
Sabtu, 19 Mei 2012
Raperda Jatim tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif
Oleh : Satriya Nugraha, SP
Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah Dari
Provinsi Jawa Timur 2014-2019
Konsultan Ekowisata, Wirausaha Mesin Abon Ikan “BONIK”
Konsultan Evaluasi Lahan Pertanian
satriya1998@gmail.com ; satriya1998@yahoo.com
Ternak sapi dan kerbau betina produktif merupakan sumberdaya genetik untuk mengembangbiakkan ternak, maka harus dijaga kelestarian dan ketersediannya dengan cara mengendalikan dan melarang pemotongan ternak sapi dan kerbau betina produktif. Juga dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak asli dan/atau lokal secara nasional, diperlukan ketersediaan bibit ternak yang berkualitas dan berkelanjutan maka Komisi B DPRD Provinsi Jawa Timur menyusun Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif pada tahun 2012 ini.
Berkenaan dengan itu, pada tanggal 3 Mei 2012, Komisi B DPRD Jatim melakukan kegiatan “Sosialisasi Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif di Hotel Montana I Kota Malang, dipimpin oleh Ketua Komisi B DPRD Jatim, Drs. Agus Dono Wibawanto, M.Hum, dihadiri pedagang sapi, jagal sapi, praktisi dan akademisi peternakan, Drs. Subianto (Anggota Komisi B DPRD Jatim) beserta Anggota Komisi B DPRD Jatim lainnya, Ketua Badan Legislatif DPRD Jatim, Freddy, Suparwoko, Siti Asiyah (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur), staf Sekretariat DPRD Jatim dan sebagainya.
Raperda ini juga dalam rangka mendukung gerakan swasembada ternak Provinsi Jawa Timur tahun 2014 nanti. Kemudian dalam rangka mencegah berkurangnya ternak sapi dan kerbau betina produktif sehingga perlu dilakukan pengendalian terhadap ternak sapi dan kerbau betina produktif yang dikeluarkan oleh masyarakat. Beberapa dasar hukum mendasar Raperda Jatim ini yaitu UU Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Permentan Nomor 35 tahun 2011 tentang Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif dan sebagainya.
Perlu diketahui, pengertian mendasar Bibit hewan adalah bibit sapi dan kerbau yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah 8 tahun, memiliki angka kesuburan lebih dari 70 persen, interval kesuburan pendek, memiliki sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan. Dalam hal identifikasi status reproduksi, dimaksud untuk menetapkan ternak sapi dan kerbau betina produktif dari kawanan populasi ternak sapi dan kerbau betina.. Identifikasi dilakukan di unit pelaksana teknis, kelompok peternak, pasar hewan, Rumah Potong Hewan atau tempat peternakan dan tempat pembibitan ternak lainnya di pedesaan.
Identifikasi ternak sapi dan kerbau betina sebaiknya dilakukan sesuai kriteria : tidak cacat fisik, memiliki fungsi organi reproduksi normal dan/atau tidak cacat permanen, memiliki angka kesuburan lebih dari 70 persen. Artinya ada kecenderungan ternak sapi dan kerbau mudah bunting, mudah memiliki anak sapi atau kerbau nantinya. Kemudian criteria ternak sapi dan kerbau betina yang melahirkan kurang dari 5 kali atau berumur di bawah delapan tahun.
Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota di Jawa Timur sebaiknya mencegah masuknya bibit sapi dan kerbau impor, melestarikan berkembang biak sapi lokal seperti Sapi Madura, Sapi Bali dan sebagainya. Rasa daging sapi lokal gurih, mudah dikunyah dan berserat tinggi. Hal ini perlu dilakukan agar sapi lokal tidak segera punah dan terjaga sumber genetik dari keberadaan sapi lokal tersebut. Sedangkan perlu pengawasan dan penyidikan ketat terhadap identifikasi sapi tersebut. Menurut penuturan salah satu jagal sapi, ada kasus kasuistik, sapi di daerah A dinyatakan tidak sehat dan tidak produktif kemudian dikirim ke daerah B, dan sudah masuk Rumah Potong Hewan, check terakhir identifikasi, ternyata sapi tersebut dinyatakan produktif. Kasus ini perlu diselesaikan dan dijelaskan rinci dalam teknis peraturan Raperda ini selanjutnya.
Ada lagi, penulis menyampaikan pendapat teman saya sebagai anggota Asosiasi Peternak Jawa Barat pernah memergoki dan menemukan beberapa truk pengangkut sapi dikirim dari Provinsi Jawa Timur menuju Provinsi Jawa Barat memiliki dokumen untuk pengembangbiakan pembibitan, ternyata setelah sampai salah satu Kota di Provinsi Jawa Barat, truk pengangkut sapi malah dimasukkan ke dalam Rumah Potong Hewan. Kejadian sudah berlangsung bertahun-tahun. Hal ini perlu menjadikan perhatian khusus dan koreksi ke depan. Kasus ini mendapatkan tanggapan positif dari Ketua Komsi B DPRD Jatim bahwa perlu Standar Operasional Prosedur pengawasan truk pengangkut sapi di jembatan timbang daerah Kabupaten Ngawi, agar dicheck dengan cermat dokumen peruntukan sapi yang diangkut, apakah benar-benar untuk pembibitan ataukah untuk permintaan Rumah Potong Hewan di Provinsi Jawa Barat.
Penulis menambahkan satu hal penting, yang harus diperhatikan khusus, perlu dimasukkan pasal yang mengatur tentang kriteria wilayah sumber bibit dan kawasan suatu pengembangbiakan bibit sapi dan kerbau betina. hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 48/permentan/ot.140/9/2011 tentang pewilayahan sumber bibit. Dasar pertimbangan Permentan RI tersebut adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas ternak asli dan/atau lokal secara nasional, diperlukan ketersediaan bibit ternak yang berkualitas dan berkelanjutan. Juga untuk memenuhi ketersediaan bibit ternak berkualitas, perlu dilakukan pembibitan ternak dalam suatu wilayah sumber bibit yang memenuhi kriteria wilayah sumber bibit;
Wilayah yang dapat ditetapkan sebagai sumber bibit harus berstatus bebas dari penyakit hewan menular (2) Wilayah yang berstatus bebas dari penyakit hewan menular harus tetap menerapkan tata cara biosekuriti. (3) Biosekuriti penerapannya dilakukan pada setiap kelompok yang ada di wilayah yang ditetapkan. Selain harus berstatus bebas dari penyakit hewan, suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit apabila memenuhi kriteria yang meliputi: a. jenis, rumpun atau galur; b. agroklimat; c. kepadatan penduduk; d. sosial ekonomi; e. budaya; dan f. ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikianlah beberapa uraian diskusi seputar sosialisasi Raperda Jatim tentang Raperda Provinsi Jawa Timur tentang Pengendalian Ternak Sapi dan Kerbau Betina Produktif. Besar harapan kami, sosialisasi Raperda itu sering dilakukan beberapa kali sehingga Raperda itu bisa mensejahterakan masyarakat Provinsi Jawa Timur dan bisa dipraktekkan di lapangan. Semoga mendapatkan banyak masukan yang sangat berharga dari semua kalangan terkait, sebelum dibahas dalam Sidang Komisi B DPRD Jatim terakhir, kemudian diserahkan kepada Badan Legislasi DPRD Jatim untuk dilaksanakan suatu harmonisasi dan akhirnya disahkan dalam Sidang Paripurna DPRD Jatim di tahun 2012 ini. Amin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar